Nahdlatul Ulama sejalan dengan Al-Azhar. Kesamaan itu dilihat dari penyampaian Grand Syeikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb, Al-Azhar merupakan benteng dan garda terdepan Islam Ahlussunnah wal Jamaah sehingga memperkuat saling bahu-membahu bersama NU di dunia global.
“Beliau menegaskan Al-Azhar itu bentengnya Islam ahlussunnah wal Jamaah, Islam yang moderat, anti radikal, anti ekstrem, apalagi sampai teror. Sama dengan NU.” kata Kiai Said dalam dialog terbuka dengan Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad Muhammad Ahmed Ath-Thayyeb di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (2/5).
Lebih lanjut, Kiai Said Aqil Siradj mengungkapkan dalam bidang teologi juga sama, yakni menganut paham Asy’ari. “Bahkan dirinci juga dalam teologi bermazhab Abu al-Hasan al-Asy’ari. Sama dengan NU,” ujarnya.
Selain itu, terkait khilafah, Al-Azhar juga satu suara dengan NU. Kiai Said mengutip pernyataan Grand Syeikh, bahwa umat Islam harus bersama memilih pendapat yang banyak. Adapun pendapat mayoritas menyatakan menolak khilafah sebagai sistem politik secara legal-formal.
“Semua mayoritas umat Islam menunjukan penolakan kepada khilafah. Ikut mana yang paling mayoritas,” tegasnya dalam dialog bertajuk “Islam Nusantara untuk Perdamaian Dunia”.
Di samping membicarakan perihal problematika dunia saat ini, pertemuan tersebut juga membicarakan beasiswa bagi Nahdliyin yang diberikan oleh Al-Azhar.
Grand Syeikh memberikan 80 beasiswa dengan 20 di antaranya pada bidang keilmuan umum dan sebagian yang lain pada ilmu agama. Ia juga berharap 20 penerima beasiswa tersebut adalah perempuan.
“Itu direct (langsung) antara Al-Azhar dengan NU, tidak melalui Kementerian Agama,” pungkasnya.
Kunjungan Grand Syekh ke PBNU merupakan rangkaian kegiatannya setelah menghadiri konferensi ulama dunia di Bogor, Jawa Barat. Para ulama dunia tersebut bertemu dalam forum High Level Consultation of World Muslim Scholars On Wasatiyyah Islam (HLC-WMS) atau KTT Ulama Sedunia. (ilm)