Kairo, 8 Oktober 2022 – PCINU Mesir melaksanakan kegiatan ziarah makam aulia dengan tajuk “Holy Tour Humaitsara”. Tahun ini kegiatan tersebut dilaksanakan dalam dua kloter; kloter pertama telah terlaksana pada tanggal 2-5 Oktober, sedangkan kloter kedua akan dilaksanakan di bulan November mendatang.
Holy tour merupakan agenda tahunan PCINU Mesir dalam memfasilitasi warga nahdliyin Mesir yang ingin berziarah ke makam aulia. Sejak tiga tahun terakhir, kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan Rabiul Awal. Tersebab bulan tersebut menjadi waktu yang tepat dengan memperhatikan cuaca yang tidak ekstrim, sehingga kenyamanan para peziarah menjadi prioritas utama dalam perjalanan.
“Holy tour ini bukan program yang tujuannya hanya mengambil profit semata. Tetapi tujuan utamanya untuk meningkatkan spiritual dan mendekatkan emosional kepada kekasih Allah SWT,” tegas Muhammad Fariz Baity selaku wakil ketua Tanfidziyah PCINU Mesir.
Menariknya, terdapat perbedaan dengan tahun sebelumnya, yakni selain dilaksanakan dalam dua kloter, ternyata kegiatan ini dilaksanakan secara kolaborasi antara pengurus Tanfidziyah, Lembaga Dakwah PCINU Mesir, Ansor, dan Fatayat . Ditambah peziarah tahun ini, bukan hanya dari kalangan warga nahdliyin Mesir; terdata ada empat orang Singapura, empat orang Malaysia, satu mahasiswa Sudan, dan tujuh tamu Daurah Soifiyah dari Indonesia.
Destinasi perjalanan kali ini meliputi Bahnasa, Qena, Luxor, Marsa Alam, Hurgada, dan Humaitsarah. Setiap tempat yang dikunjungi memiliki kesan tersendiri bagi peziarah, khususnya di makam Imam Syadzili. Ketika sampai di makam beliau, Faris selaku pemandu ziarah menceritakan tentang perkataan Imam Syadzili sebelum wafat “Fii Humaitsarah Saufa Tarâhu“. Ungkapan ini merupakan jawaban beliau atas keresahan yang ada di benak muridnya.
Cerita di atas berawal ketika Imam Syadzili ingin melaksanakan haji dan memerintahkan muridnya untuk membawa kain kafan, minyak wangi, serta alat kubur. Di tengah perjalananan beliau merasa kesakitan dan akhirnya wafat di daerah yang sekarang dinamakan Humaitsara. Seakan perintah tersebut menjadi isyarat atas wafatnya beliau.
“Kematian Imam Syadzili merupakan jawaban dari doanya agar diwafatkan di tempat yang sunyi dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Sebagaimana tujuan adanya Wali Allah untuk memakmurkan bumi yang mati. Maka selepas beliau wafat, daerah yang awalnya tak berpenghuni menjadi sebuah destinasi utama bagi peziarah di Mesir,” Pungkas Faris di akhir cerita.
Berangkat dari karamah di atas, sekarang makam Imam Syadzili banyak dikunjungi para peziarah yang ingin mendapatkan keberkahan, baik secara jasmani maupun rohani. Keberkahan tersebut diharapkan menambah semangat dalam melakukan amal baik serta menambah ketenangan dalam jiwa peziarah.
Pewarta : Rahmat Dilla Efendi