Persoalan azan bukan hanya dirasakan di Indonesia. Polemik azan yang dirasa mengganggu juga dialami oleh negara-negara lain berpenduduk mayoritas Muslim. Terkait ini, mereka mengeluarkan peraturan terkait azan, walaupun memang isi peraturan tersebut berbeda-beda. Salah satu peraturan sekaligus solusi dari persoalan azan yang mengganggu adalah aturan al-adzan al-muwahhad atau azan serentak dari Hamdi Zaqzuq, Menteri Wakaf Mesir periode 1995-2011.
Mengutip dari harian Mesir al-Yawm al-Sabi, ide azan terpadu muncul karena keluhan dari penduduk Mesir yang berada di sekitar masjid. Mereka merasa terganggu karena volume mikrofon yang terlalu tinggi. Suara azan saling bertumpuk. Kumandang azan yang tidak serentak di awal waktu membuat suara panggilan salat itu tidak ramah di telinga warga.
Pada awalnya, proyek azan serentak dilakukan dengan mempersiapkan alat untuk menyalurkan suara azan dari studio melalui jaringan nirkabel. Transmisi dienkripsi agar tidak dapat disabotase. Di setiap menara masjid juga disiapkan alat untuk menangkap transmisi sinyal dan disalurkan ke mikrofon. Di dalam masjid juga disiapkan alat untuk memberi tanda kepada pengurus masjid untuk membuka alat penangkap sinyal beberapa menit sebelum azan dikumandangkan.
Ide demikian sempat ditentang oleh parlemen dan orang-orang dari kelompok salafi. Beberapa poin yang menjadi alasan penolakan mereka adalah: azan harus dikumandangkan oleh manusia, bukan alat. Mereka mengatakan bahwa azan juga harus sesuai dengan waktu zona waktu masing-masing tempat.
Seperti yang disebutkan oleh situs gate.ahram.org.eg, proyek yang dimulai di akhir 2009 ini juga didasarkan pada fatwa Darul Ifta. Berdasarkan fatwa tersebut, proyek azan serentak diperbolehkan dengan syarat: azan harus dikumandangkan oleh manusia, bukan kaset. Karenanya, Kementerian Wakaf saat itu mengadakan lomba untuk memilih suara azan terbaik.
Proyek yang telah dipersiapkan ini sayangnya harus terhenti. Alat transmisi yang telah disiapkan hilang saat revolusi 2011 dan 2013. Padahal waktu itu proyek ini sudah berhasil diuji coba dan siap dijalankan. Di tahun-tahun berikutnya, proyek tersebut dan tidak kunjung dihidupkan hingga pada 2019, Kementerian Wakaf yang dipimpin oleh Mukhtar Jumah mengumumkan akan kembali menjalankan proyek azan terpadu tersebut. Mereka membuat kembali alat yang sebelumnya hilang. Perkembangan proyek ini bisa diikuti melalui situs-situs berita Mesir.
Jika dibandingkan, aturan azan serentak yang digagas oleh Kementerian Wakaf Mesir ini lebih ekstrem dari aturan azan di Indonesia. Akan tetapi, aturan azan serentak didukung oleh fatwa Darul Ifta saat aturan itu digagas. Bahkan kini, fatwa itu ditegaskan lagi oleh Syauqi Allam, Grand Mufti Darul Ifta saat ini, melalui tayangan di kanal Sada Elbalad di Youtube.
Sebelum Mesir, aturan azan serentak telah lebih dahulu diberlakukan di beberapa negara semisal al-Quds di Palestina. Masjid tempat isra Rasulullah ini menjadi yang pertama menerapkannya. Melalui menara al-Bireh, azan dipancarkan ke seluruh penjuru kota. Selain itu, kota Jenin Palestina, Ras al-Khaimah Emirat dan Amman Yordania juga melakukan hal yang tak jauh berbeda.
Dari sini, dapat diambil pelajaran bahwa aturan soal azan bukan hal yang perlu dipersoalkan. Keterlaluan jika aturan azan dianggap bagian dari pembatasan ruang gerak beragama. Aturan azan ada bukan untuk melarang, tetapi agar azan dapat sesuai dengan ketentuan sosial dan ketentuan agama itu sendiri.
Mengeraskan suara azan
Salah satu dari tujuan azan adalah untuk memberitahukan waktu salat dan mengajak berjemaah. Dari sinilah, memperluas jangkauan suara azan sunah hukumnya. Nabi bersabda kepada Said al-Khudri: “Aku melihatmu suka dengan kambing dan padang pasir. Maka ketika kamu bersama kambingmu dan di padang pasir, azanlah untuk salat dan keraskanlah suaramu. Sesungguhnya tidak mendengar suara muazin dari jin dan manusia kecuali ia akan bersaksi untuknya di hari kiamat.” [HR Bukhari]
Riwayat lain menyebutkan: “Muazin diampuni sejauh jangkauan suaranya dan akan bersaksi untuknya setiap yang kering dan basah.” [HR al-Nasai]. Karena kesunahan mengeraskan ini, azan disunahkan dikumandangkan dari tempat yang tinggi. Kendati azan sunah untuk dikeraskan, ia tetap mengikuti batasan tertentu. Disebutkan bahwa sunah mengeraskan azan selama tidak memaksakan dan menyakiti diri sendiri. Lalu bagaimana jika sampai menyakiti orang lain?
Jika terdapat dua muazin di satu masjid, maka azan sebaiknya dilakukan secara bergantian. Kalau pun terpaksa harus satu waktu, sementara ketika mereka azan bersamaan suara akan bertumpuk dan mengganggu, sebaiknya salah satunya saja yang mengumandangkan azan.
Suara yang merdu
Salah satu tujuan dari azan adalah syiar dan menunjukkan keagungan agama Islam. Karenanya, sebaiknya azan dilakukan dengan suara merdu nan bagus. Dalam sebuah riwayat Hadits, disebutkan bahwa ketika Abdullah bin Zaid menemui Nabi untuk memberitahukan mimpinya soal azan, Rasulullah bersabda: “Beritahukan Bilal. Sesungguhnya suaranya lebih bagus dan lebih tinggi darimu.” [HR Tirmizi].
Suara yang merdu juga lebih mengena di hati sehingga lebih semangat untuk melaksanakan ibadah dan mengingat kebesaran Allah sebagaimana kalimat pertama azan. Dikisahkan setelah Rasulullah SAW meninggal, Bilal berkata, “Aku tidak akan azan untuk siapapun setelah Rasulullah”. Ia lebih memilih untuk pergi berjihad sampai ia meninggal.
Selang beberapa tahun ketika di Syam, ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Beliau bersabda kepada Bilal: “Apa sikap tidak ramahmu ini? Sudah waktunya kamu berziarah padaku.” Seketika Bilal pergi ke Madinah. Ia menangis di makam Rasulullah SAW. Ia mengumandangkan azan di Madinah atas permintaan Hasan dan Husein. Ketika azan Bilal berkumandang, Madinah berguncang. Tiada hari dimana orang-orang menangis di Madinah setelah Rasulullah SAW meninggal kecuali hari itu.
Kisah bilal ini menunjukkan bahwa suara azan tertentu dapat memengaruhi hati seseorang. Jika suaranya merdu dan bagus, hati yang mendengar akan tersentuh dan semangat beribadah. Lalu bagaimana jika suara azan tidak teratur, tidak jelas karena bersahut-sahutan dan terlalu keras sampai mengganggu sekitar?
Editor: Hamidatul Hasanah
Ilustrator: Faiq Irfan