Numesir
  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Ubuddiyah
  • Sejarah
    • Kajian
      • Kajian Lakpesdam
    • Tokoh
    • Terjemah
    • Resensi
No Result
View All Result
NU Mesir
  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Ubuddiyah
  • Sejarah
    • Kajian
      • Kajian Lakpesdam
    • Tokoh
    • Terjemah
    • Resensi
No Result
View All Result
NU Mesir
No Result
View All Result
Home Kajian

Reformasi Modernitas Taha Abdurrahman

numesir by numesir
20 September 2022
in Kajian
0
0
SHARES
535
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pada Kamis, 8 September kemarin, wacana reformasi modern dalam pemikiran Taha Abdurrahman dihadirkan dalam forum kajian reguler Lakpesdam oleh Ikrom Mausuli. Ia mengajukan makalah dengan judul “Reformasi Modernitas, Kritisisme Taha Abdurrahman dalam Diskursus Islam-Barat”. Makalah ini nantinya akan tergabung dalam Buku Kumpulan dengan tema besar “Universalitas Islam; Membaca Corak Paradigma Tokoh-tokoh Representatif”.

Paradigma yang dibangun oleh Taha Abdurrahman untuk menemukan Islam Universal bermula dari kritik atas dan penemuan kembali nilai-nilai dalam semangat modern. Sebelum masuk kepada pembahasan ini, Ikrom memberikan Ilustrasi Zaman Modern yang berlangsung di Barat. Memasuki Abad ke-14 hingga ke-17, pembenihan Renaisans mengalami pertumbuhan di barat. Gerakan ini menyebar ke seluruh Benua Eropa dan matang pada akhir abad ke-18. Ciri utama dari Renaisans sendiri adalah humanisme, empirisisme dan rasionalisme, yang bermula dari reaksi atas kungkungan dogma-dogma gereja.

Di tengah geliat Barat menuju kemajuan, Umat Islam justru mengalami kemandegan. Bukan saja pada ranah intelektual, melainkan juga pada ranah ekonomi dan politik terutama krisis yang dialami mayoritas masyarakat Arab-Islam di bawah Rezim Ottoman kemudian berlanjut pada krisis kolonialisme Barat. Pada dua abad pertama era kolonialisme Eropa, tepatnya abad ke-17 dan ke-18, Umat Islam bersikap reaktif atas modernitas Barat. Para ulama menganjurkan Umat islam untuk menjauhi segala hal yang berbau barat.

Arus pemikiran berbeda lahir di penghujung abad ke-19, aktivis Islam ramai mendialogkan Umat Islam dengan kebudayaan Bangsa Eropa dengan beragam upaya penerjemahan teks-teks barat dan penemuan kembali turats. Tentunya upaya ini menggerakkan pemikir-pemikir seperti Muhammad Abduh di Mesir dan Sayyid Ahmad Khan di India, menentang konservatisme Islam. Mereka menekankan pentingnya keterbukaan dan pengakuan atas kemajuan Bangsa Eropa.

Perkembangan ini bukan saja usai pada era kolonial, melainkan pengembangan khazanah keilmuan Islam justru semakin santer memasuki era pascakolonial hingga kontemporer. Penilikan kembali turats berhadapan dengan realitas saat ini, terutama tentang yang modern, masih menjadi tantangan yang diperdebatkan. Taha Abdurrahman adalah salah satu tokoh yang menawarkan pembacaan segar atas hal itu, secara kritis-analitis. Taha menolak tawaran pembacaan turats yang bersifat parsial dan semi-negatif, seperti yang diperkenalkan oleh Abid al-Jabiri.

Menurut Taha, pembacaan kerangka epistemologi Arab oleh al-Jabiri (Bayani-Irfani-Burhani) adalah upaya reduktif karena terjebak pada dikotomisasi. Sekalipun ketiga nalar ini saling beririsan dalam tubuh turats (misal, Ushul Fiqh al-Syafi’ adalah operasi episteme Bayani-Burhani) namun Taha beranggapan bahwa ketiga epistimologi tadi, selain bersifat tajzi’ (separatis) juga bersifat tafadhuli (Diferensial), terutama penilaian yang dijatuhkan oleh al-Jabiri bahwa Burhani mengungguli Bayani dan seterusnya.

Taha, mengesampingkan upaya al-Jabiri, menawarkan integrasi epistimologi Islam dalam pembacaan turats tanpa ada dikotomisasi dan diferensiasi. Melalui Teori Integrasi ini Taha menekankan penguatan jalinan antar metodologi ilmu pengetahuan turats Islam secara mengikat dan bebarengan. Karena semua epistimologi, dalam pembacaan Taha, saling melengkapi dalam pembentukan sebuah ilmu pengetahuan. Pengembangan teori ini berpijak pada empat anasir yang harus dipahami dengan tuntas; turats, nazhar, tajdid dan kayfiyah.

Turats harus dipahami berbeda dalam dua hal; turats bermakna asimiliasi dan turats dengan makna khusus. Pertama, turats adalah perpaduan gabungan antara budaya dan peradaban. Dalam pengertian pertama ini turats adalah khazanah kekayaan yang meliputi metodologi, dialog, dan perilaku yang menggambarkan eksistensi pencapaian suatu masyarakat dengan nilai-nilai khusus. Adakalanya turats ini bersifat positif dan adakalanya bersifat negatif. Kemudian budaya dan peradaban adalah penjabaran khusus terkait turats. Budaya adalah turats yang mengandung nilai lokalitas sedangkan nilai yang terkandung dalam peradaban adalah nilai kemanusiaan. Kedua turats, sebagai teks merupakan sekumpulan khazanah intelektual yang menampilkan kondisi yang ada dalam sebuah masyarakat.

Untuk memahami turats ini, Taha menggunakan istilah nazhar dan tidak menggunakan istilah qira’ah. Karena bagi Taha, qiraah adalah kata serapan yang tidak memiliki makna asli. Qira’ah juga cenderung membawa pembaca pada sekedar sebuah interpretasi makna. Sedangkan nazhar adalah kata yang memiliki makna orisinal. Oleh karenanya, untuk menemukan orisinalitas turats bagi Taha harus menggunakan metode nazhar yang terbebas dari kemungkinan interpretasi pembaca alih-alih qira’ah. Selanjutnya adalah Tajdid, merupakan upaya perubahan dengan tetap menjaga orisinalitas turats, bukan membawa hal-hal baru lalu menghilangkan khazanah turats yang telah ada dengan menghakimi dan mengadili masa lalu. Bagi Taha, prinsip tajdid ialah perubahan yang sifatnya kreatif dan reaktif.

Anasir yang terakhir adalah kayfiyah yang berkait erat dengan bagaimana tajdid tersebut direalisasikan dalam menyikapi turats. Bagi Taha, kayfiyah berpijak atas dua fondasi dasar. Yang pertama, mengetahui penyebab usangnya pemahaman terdahulu. Dan yang kedua mengetahui prinsip-prinsip nazhar sebagai metode pembacaan turats. Agar pembacaan terhadap turats bersifat integralistik alih-alih diferensial, seorang mujaddid harus memahami turats sebagai produk budaya dan turats sebagai mekanisme berpikir dan menekankan pengkajian pada penemuan mekanismenya, bukan produknya. Integrasi nilai-nilai universal yang terkandung dalam turats Islam akan terejawantahkan kala mekanisme nalar turats berhasil digali.

Dengan keempat anasir di atas mekanisme dari Teori Integrasi beroperasi melalui tiga prinsip utama, yakni al-tadawul, al-tadakhul dan al-taqrib. Secara ringkas, al-tadawul berarti khazanah turats Islam tidak terlepas dari dari amal sebagai bentuk praksisnya. Al-tadakhul berarti setiap pengetahuan yang terkandung di dalam turats memiliki mekanisme metodologis yang saling berkaitan. Yang terakhir adalah al-taqrib, berarti semua pengetahuan liyan tidak serta-merta sesuai dan dapat diterima dengan identitas orisinal.

Teori Integral adalah bekal Umat Islam untuk menapaki dunia modern. Inilah yang diistilahkan oleh Ikrom dengan Modernitas Reformatif. Ada dua nilai utama yang menjadi semangat modernitas dalam pembacaan Ikrom atas Taha. Yang pertama adalah meningkatnya nalar kritis dan kesadaran manusia sebagai pelaku sejarah yang dinamis. Yang kedua adalah perubahan yang menyeluruh meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Semangat modernitas yang berusaha digaungkan oleh Taha adalah semangat modernitas yang berangkat dari karakteristik yang terpendam dalam khazanah peradaban, terkhusus khazanah turats Islam. Melalui penggalian nilai-nilai universalitas turats Islam dalam paradigma Teori Integrasi, setidaknya mampu merangkum dan mewujudkan sendiri makna modernitas yang sesuai dengan karakter umat islam.

Penulis: Achmad Aminullah Gholib
Editor: Abimanyu

Tags: kajianlakpesdamTaha Abdurrahmantajdidturats
ShareTweetSend
numesir

numesir

Akun tim redaksi numesir.net 2022-2024. Dikelola oleh Divisi Website Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) PCINU Mesir.

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Ijtihad dalam Konteks Akidah dan Ilmu Kalam

Ijtihad dalam Konteks Akidah dan Ilmu Kalam

10 September 2025
Bukti Nyata Diplomasi Budaya, ISHARI NU Mesir Tampil Memukau pada Acara Muktamar Internasional

Bukti Nyata Diplomasi Budaya, ISHARI NU Mesir Tampil Memukau pada Acara Muktamar Internasional

16 September 2025
Taliban dan Pembawa Panji Hitam dari Khurasan

Taliban dan Pembawa Panji Hitam dari Khurasan

27 October 2021
Meminta Bantuan Jin, Syirik?

Meminta Bantuan Jin, Syirik?

26 February 2022
Kidung Kehidupan Ummu Kultsum

Kidung Kehidupan Ummu Kultsum

2 March 2020
Menyambangi Nahdliyyin Mesir, Gus Ulil Tekankan Pentingnya Sebuah Peradaban

Menyambangi Nahdliyyin Mesir, Gus Ulil Tekankan Pentingnya Sebuah Peradaban

25 September 2025
Bertemu Menteri Wakaf Mesir, PBNU Kokohkan Kemitraan Strategis

Bertemu Menteri Wakaf Mesir, PBNU Kokohkan Kemitraan Strategis

25 September 2025
Bukti Nyata Diplomasi Budaya, ISHARI NU Mesir Tampil Memukau pada Acara Muktamar Internasional

Bukti Nyata Diplomasi Budaya, ISHARI NU Mesir Tampil Memukau pada Acara Muktamar Internasional

16 September 2025
Ijtihad dalam Konteks Akidah dan Ilmu Kalam

Ijtihad dalam Konteks Akidah dan Ilmu Kalam

10 September 2025
Penggodokan Kriteria Ahwa & Tanfidziyah Konfercab Istimewa XIII PCINU Mesir Berlangsung Dinamis Hingga Larut Malam

Penggodokan Kriteria Ahwa & Tanfidziyah Konfercab Istimewa XIII PCINU Mesir Berlangsung Dinamis Hingga Larut Malam

16 August 2025

Numesri.net putih

Tentang Kami | Kontak | Redaksi | Kirim Tulisan

Ikuti juga sosial media kami

  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Sejarah
  • Kajian
  • Tokoh
  • Ubuddiyah
  • Terjemah