Taliban resmi merebut Afganistan dari kekuasaan Amerika Serikat yang berkuasa sejak 2001 silam pada 31 Agustus 2021. Hal ini ditandai dengan perginya Amerika Serikat dari tanah Afghanistan dan diresmikannya pemerintahan mereka. Pasukan Taliban merayakan berakhirnya Amerika ini dengan menembakkan senapan ke udara diiringi dengan seruan takbir, dikutip dari dunia.tempo.co, 31 Agustus 2021.
Fenomena Taliban menguasai Afganistan (lagi) banyak mendapat sambutan dari berbagai pihak. Hal tersebut juga tak luput dari tanggapan masyarakat Indonesia, seperti halnya kewaspadaan terhadap potensi radikalisme dan terorisme pasca berkuasanya Taliban. Pasalnya, banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah ikut serta pelatihan dengan Taliban di Afghanistan pada 1990-an yang melahirkan al-Jamâ’ah al-Islâmiyyah.
Pada lain sisi, sebagian orang menyambut gembira kemenangan Taliban ini. Seperti halnya dalam beberapa ceramah yang di isi oleh beberapa ustaz di media sosial. Sebut saja Ustaz Rahmat Baequni dan Ust. Dzulkifli M. Ali yang di beberapa pengajiannya fokus membahas fenomena kemenangan Taliban dan mengaitkannya dengan beberapa Hadits.
Dalam salah satu pengajiannya, Ustaz Rahmat Baequni menyebutkan,
“Yakhruju min Khurâsân râyâtun sûdun lâ yarudduha syai’un hatta tanshabu bi Iliyaa. Akan muncul dari bumi Khurasan pasukan pembawa panji hitam. Tidak ada satupun kekuatan di bumi yang bisa mengalahkannya sampai mereka akan mengibarkannya di bumi Iliyaa` (atau) al-Quds al-Aqsha. Khurasan itu adalah perbatasan antara Afghanistan dengan Iran dan itu ditunjukkan kepada Afghanistan. Kami sepakat jika pasukan para pembawa panji hitam itu adalah Taliban, Pak. Saya yakin.. saya yakin.. itu Taliban. Karena Taliban lah sekarang yang berkuasa di Afghanistan dan berhasil memukul mundur kekuatan adidaya baik Rusia ataupun Amerika.” (dikutip dari https://www.youtube.com/watch?v=JX-0U-ZCdW0). Ia kemudian membuktikan kebenaran klaimnya dengan pandangan geopolitik dan keajaiban-keajaiban yang didasarkan dengan dalil-dalil agama.
Dalam hal ini penulis berfokus pada interpretasi Hadits dan korelasi antara Hadits dan fenomena yang dikaitkan. Jika diamati lebih mendalam dalam perkataannya, Ustaz Baequni mengawali dengan menyebutkan Hadits dan menerjemahkannya. Kemudian, ia menafsiri Hadits tersebut dan mengorelasikannya dengan fenomena kemenangan Taliban di bumi Afghanistan. Alhasil, ia dengan yakin mengatakan bahwa Taliban adalah pembawa panji Hitam dari Khurasan yang dimaksud di dalam Hadits. Terlebih ia menggunakan kata “kami telah sepakat… ”. Pertanyaan mendasarnya siapakah “kami” yang dimaksud?
Setelah melihat dua fenomena di atas yang saling berkaitan, penulis terpantik untuk mengulas, apakah benar demikian maksud Hadits tersebut? Kemudian bagaimanakah metodologi para pakar melihat Hadits demikian ini?
Kritik Sanad Hadits
Banyak sekali Hadits yang membahas “pasukan pembawa panji hitam”. Terdapat riwayat yang menyebut secara khusus munculnya pembawa panji hitam ini dari Khurasan. Sedangkan sebagian riwayat yang lain menyebutkan asal pasukan panji hitam dari Timur, tanpa adanya penyebutan daerah khusus.
Hadits yang dikutip oleh Ustaz Baequni adalah Hadits dengan penyebutan Khurasan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad, Imam al-Tirmidzi dalam al-Jâmi’, Imam al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-`Awsath dan al-Baihaqi dalam al-Dalâ`il al-Nubuwwah. Seluruhnya meriwayatkan dari jalur Risydin bin Sa’ad dari Yunus bin Yazid dari Ibn Syihab dari Qubaishah bin Dzuaib dari Abi Hurairah dengan lafaz marfû’(yang disandarkan kepada Nabi SAW).
Kemudian Imam al-Tirmidzi mengatakan bahwa Hadits ini adalah Hadits gharîb (terdapat perawi tunggal dalam salah satu tingkatan transmisi Hadits). Alasannya, Hadits ini hanya diriwayatkaan oleh Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab al-Zuhri begitu juga Risydin bin Sa’ad juga periwayat tunggal Hadits ini, seperti dikutip dari pendapat al-Thabrani. Kemudian, Risydin bin Sa’ad adalah perawi daif menurut mayoritas kritikus perawi Hadits.
Dalam riwayat lainnya disebutkan tanpa adanya penentuan tempat, yaitu Khurasan, “… lalu muncul panji-panji hitam dari arah timur… .” (HR Ibnu Majah). Al-Hakim al-Naisaburi mengatakan bahwa Hadits ini adalah Hadits Sahih sesuai dengan syarat Imam Bukhari dan Muslim, begitu juga dikuatkan dengan pendapat Imam al-Dzahabi. Ibn Katsir mengatakan bahwa “… sanad Hadits ini kuat dan sahih”.
Kritik Interpretasi Hadits
Dalam berinteraksi dengan Hadits, terutama terkait fitnah akhir zaman, al-Mahdi dan tanda-tanda kiamat sering sekali terjadi kesalahan interpretasi. Pada dasarnya, Hadits tersebut adalah kejadian yang bersifat qadar atau ketentuan Tuhan, bukan Hadits mengenai hukum-hukum taklif. Maka dari itu, kita diperintah untuk mengimaninya, bukan sebagai sesuatu yang dibebankan kepada kita (taklify) untuk menunggu dan mengharap segera terjadinya hal itu.
Pada masa primordial Islam, Nabi SAW mengajarkan kepada para Sahabat metodologi untuk memahami dan menghadapi Hadits-Hadits akhir zaman. Seperti halnya dalam suatu Hadits diceritakan, bahwa suatu hari seorang badui ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia kemudian bertanya, “ Wahai Rasulullah, kapan terjadinya kiamat? Beliau menjawab, ‘Berhati-hatilah! Apa yang telah kamu persiapkan?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘Sesungguhnya engkau akan bersama dengan siapa yang kau cintai.” Dalam hal ini, kita melihat bagaimana Nabi SAW melihat sisi psikologis penanya dan menjawab dengan hal yang lebih penting dari jawaban asal, yaitu mempersiapkan.
Oleh karena itu tindakan dan persiapan adalah anjuran dari Nabi SAW dalam memahami dan berinteraksi dengan Hadits-Hadits ini. Terlebih dalam permasalahan tanda-tanda akhir zaman, fitnah akhir zaman dan hari akhir. (lihat lebih lanjut al-Tafkîr al-Maudlû’iy fi Dlaw` al-Sunnah al-Nabawiyah hal. 39-41 dan al-Usus wa al-Munthaliqât hal. 63-74)
Namun di sisi lain, Rasulullah SAW banyak mengabarkan tentang tanda-tanda akhir zaman dan hal yang mengitarinya. Tanda-tanda adalah sebagai peringatan lebih untuk bersiap-siap dan hal ini tentunya lebih mudah dicerna dan diraba oleh umat. Akan tetapi jika tanda-tanda akhir zaman dan hal yang mengitarinya ini disalahpahami, biasanya akan timbul kerancuan dan kegentingan di tengah masyarakat. Terlebih jika hanya sebatas klaim kelompok tertentu yang penuh dengan unsur subjektifitas dengan dorongan teks agama.
Fenomena interpretasi seperti ini bukan lagi hal yang baru. Telah kita dengar bersama kisah serangan bangsa Barbar terhadap wilayah Islam. Pembantaian terjadi di mana-mana, penjarahan, perusakan dan tindakan bringas lainnya. Pada masa itu, di tengah masyarakat tersebar keyakinan bahwa mereka adalah Ya’juj dan Ma’juj; sang pembawa kerusakan.
Begitu juga Hadits tentang “pasukan pembawa panji hitam” ini. Hal serupa pernah terjadi dengan interpretasi yang menisbahkan pada suatu kelompok atau gerakan tertentu. Peristiwa ini disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam al-Nihâyah fi al-Fitan wa al-Malâmih dan terjadi pada 132 H. Pasukan pembawa panji hitam dikabarkan adalah pasukan Abu Muslim al-Khurasani. Ia adalah ahli strategi dalam peristiwa revolusi untuk menjatuhkan Bani Umayyah pada masa kemundurannya dan ia juga salah satu elit yang mendirikan Bani Abbasiyah. Hadits ini digunakan untuk memengaruhi masyarakat agar mendukung tindakan revolusinya dan untuk menyerang pemerintahan Bani Umayyah yang notabene adalah lawan politiknya.
Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pasukan yang dimaksud di dalam Hadits ini bukanlah pasukan Abu Muslim al-Khurasani akan tetapi pasukan berpanji hitam yang akan berkongsi dengan Imam Mahdi. Mereka mendukung dan membaiat Imam Mahdi sebagai pemimpin di Baitul Maqdis seperti dijelaskan di dalam Hadits di atas. Mereka juga memiliki panji berwarna hitam sebagai lambang kewibawaan.
Untuk menghindari interpretasi terhadap teks agama seperti hal di atas, Habib Abu Bakr al-Masyhur dengan bangunan fiqh tahawwulat mencoba menyusun metodologi dalam menyikapi teks-teks agama tentang akhir zaman dan tanda-tandanya. Khusus dalam Hadits ini beliau berpendapat bahwa maksud dari Hadits di atas adalah anjuran untuk ikut berpartisipasi menyokong Imam Mahdi pada saatnya nanti ketika tanda-tanda yang mengitarinya telah dipastikan. Dalam hal ini, kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menafsiri sebuah Hadits, terlebih jika hal itu didasari cocokologi.
Editor: Hamidatul Hasanah
Ilustrator: Khairuman