Kairo – Pukulan terbang, gerakan tangan, serta lantunan sholawat Syaraful Anam menjadi momen sakral dalam gelaran Muktamar Sayyid al-Basyar al-Dauli li as-Sirah al-Nabawiyah al-Syarif atau Sayyidul Bashar Conclave International Academic Conference on Writing on the Prophet Muhammad Across 1500 Years.
Muktamar internasional ini diselenggarakan oleh Risala Study Circle bersama Indian Students Union Egypt (Hai’ah al-Malibari) pada Minggu, 14 September 2025, bertempat di Markaz Sholah Kamil, Kampus Universitas Al-Azhar, Mesir.
Pada sesi keempat, amsiyat al-madih an-nabawi menjadi momen yang paling dinanti. Sesi ini menghadirkan perwakilan dari berbagai negara untuk mendendangkan pujian kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Dari Indonesia, Ikatan Seni Hadrah Indonesia (ISHARI) tampil sebagai duta budaya dengan membawakan sholawat khas Nusantara yang biasa dilantunkan masyarakat saat perayaan Maulid Nabi.
ISHARI sendiri merupakan kesenian sholawat kuno yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan, diinisiasi oleh Mbah Abdurrachim Pasuruan. Seni hadrah ini mulai dikenal luas setelah resmi menjadi badan otonom NU melalui KH. Abdul Wahab Hasbullah pada 1959. Sholawat yang ditampilkan ISHARI tidak sekadar lantunan pujian, melainkan mengandung filosofi tinggi. Perpaduan antara sholawat Syaraful Anam, gerakan tubuh, dan ketukan terbang menjadi bagian dari thoriqoh mahabbaturrasul serta merefleksikan nilai perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Tak heran, ketika jamaah ISHARI NU Mesir membacakan Mahallul Qiyam, seluruh hadirin berdiri dengan takzim seakan menyambut kedatangan Baginda Nabi. Momen ini bahkan digambarkan menyerupai peristiwa hijrah Rasulullah SAW ke Madinah. “Kaum Anshar yang menyambut kedatangan Baginda Nabi dengan riang gembira tergambar pada setiap gerakan dan tepukan tangan jamaah rodat ISHARI. Setiap gerakan membentuk lafadz Jalallah dan Muhammad. Begitu pula setiap pukulan terbang yang ditabuh, seakan menyerupai langkah kaki unta yang rancak,” jelas H. Hafidz Ilham Bachtiar, Rais Majlis Hadi ISHARI NU Mesir.
Apresiasi datang dari berbagai peserta. Sufyan, mahasiswa Al-Azhar asal India, mengaku terkesan dengan penampilan tersebut. “Indah sekali. Kami sangat takjub dengan lantunan Syaraful Anam yang dibawakan. Itu mengingatkan kami pada kampung halaman. Di negara kami, setiap rumah mulai awal bulan Rabiul Awal selalu membaca Syaraful Anam,” ujarnya.
Hal senada disampaikan H. Yusril Firdaus, mahasiswa asal Indonesia sekaligus alumni Tambakberas. “Ya Allah, saya merinding. Bagaimana Mbah Wahab memilih maulid ini dalam seni hadrah sungguh luar biasa. Memakai dufuf dan berdiri ketika membaca, seperti kaum Anshar saat Rasul tiba di Madinah. Ilmu Kiai terkoneksi dengan para salaf,” ungkapnya penuh haru.
Sementara itu, Ketua ISHARI NU Mesir, M. Afifullah Al-Asy’ari, menyampaikan apresiasinya atas kesempatan tampil di panggung internasional. “Kami berterima kasih karena telah disambut dengan luar biasa. Semoga ini menjadi langkah yang baik ke depan. Selain sebagai bentuk cinta kepada Baginda Nabi, momen ini juga merupakan diplomasi budaya untuk mengenalkan ragam sholawat dari berbagai negara. Ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin,” tuturnya.
Kemeriahan acara juga semakin lengkap dengan penyampaian kisah perayaan Maulid Nabi di berbagai daerah Indonesia oleh Hadziq Akmal, perwakilan Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir.
Selain penampilan seni hadrah, muktamar yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 21.00 WLK ini juga diisi dengan berbagai seminar keagamaan. Sejumlah ulama kibar Al-Azhar Asy-Syarif turut hadir, di antaranya Prof. Dr. Jamal Faruq, Prof. Dr. Khalid Syakir, Prof. Dr. Sayyid Balath, Prof. Dr. Shabhi Abdul Fattah Rabi’, Prof. Dr. Abu Yazid Salamah, Prof. Dr. Aiman Hajar, Syaikh Ahmad Husein Al-Azhari, Dr. Abdul Hakim Ali Al-Azhari Al-Malibari, serta Dr. Muhammad Faruq Nu’ami Al-Bukhori.
Perhelatan internasional ini juga diikuti oleh peserta dari berbagai negara, seperti Mesir, Indonesia, India, Thailand, Malaysia, Nigeria, dan Somalia. Kehadiran mereka semakin menegaskan bahwa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW mampu menyatukan umat dalam harmoni budaya dan spiritualitas.
Reporter: M. Asyaddu Hubbalillah