Numesir
  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Ubuddiyah
  • Sejarah
    • Laporan Kajian
    • Tokoh
    • Terjemah
    • Resensi
No Result
View All Result
NU Mesir
  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Ubuddiyah
  • Sejarah
    • Laporan Kajian
    • Tokoh
    • Terjemah
    • Resensi
No Result
View All Result
NU Mesir
No Result
View All Result
Home Opini

Membaca Pola Masyarakat Paguyuban dan Patembayan

Abdul Muntholib by Abdul Muntholib
30 July 2021
in Opini
0
0
SHARES
7
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di kota Malang, saya tinggal di Kelurahan Bunulrejo. Masyarakat di Bunulrejo ini hidup secara paguyuban dan patembayan sekaligus. Beruntung di kelurahan saya, masyarakat hidup secara paguyuban; saling mengenal satu dengan yang lainnya. Berbeda halnya dengan apa yang saya temui di daerah perumahan yang ada di luar kelurahan saya, masyarakatnya hidup secara patembayan, dalam artian pola individualisme mereka sangat kentara, melebihi daerah perkampungan.

Fenomena sosial seperti ini adalah dampak dari arus globalisasi dengan beban tuntutan-tuntutan Kapitalisme dan Marxisme. Kemudian dari sistem Kapitalis terbentuk masyarakat sesuai kelas sosialnya. Karena sudah terpetak-petakkan sesuai kelas sosial, masyarakat menjadi bersifat individualis, bahkan dengan anggota keluarganya sendiri.

Salah satu hal yang berpengaruh dalam keluarga adalah interaksi yang ada di dalamnya. Ketika setiap anggota keluarga disibukkan dengan tuntutan pekerjaan masing-masing, hal ini memberikan efek jarangnya interaksi secara komunikatif antar individu. Proses komunikasi kurang interaktif antar anggota keluarga, juga didukung dengan adanya jargon ‘Emansipasi Wanita’ yang merupakan proyek dari Kapitalisme dan Marxisme.

Pada dasarnya Kapitalisme dan Marxisme memanfaatkan jargon ini agar wanita terbebas dari aturan-aturan sistem keluarga lalu menjadikannya sebagai “tenaga pekerja tambahan” untuk memenuhi jumlah para pekerja. Pernyataan ini penulis temui dalam buku an-Nazhariyyah wa al-Wâqi’ terbitan al-Markaz al-‘Âlamy Li ad-Dirasât wa Abhats al-Kitab al-Akhdar. Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa mazhab Marxisme dan Kapitalisme ingin membebaskan wanita dari keterikatan hubungannya dengan suami dan anak. Alhasil wanita adalah milik khalayak umum (negara) demi terwujudnya keuntungan bersama.

Pada lain sisi, kita telah melihat pria sudah lebih dahulu menjadi objek sasaran untuk diperas tenaganya. Hal ini telah menjadikan pria jauh dari keluarganya terutama dalam proses mendidik anak, sehingga anak lebih dekat dengan istri. Dari latar belakang ini Abdul Wahab al-Masiri mengatakan dalam bukunya Rihlah al-Fikriyah, “Seharusnya yang dibutuhkan adalah (Pembatasan Lelaki) bukan (Pembebasan Wanita), karena pada kenyataannya aktivitas lelaki semakin tak manusiawi. Seperti halnya jauh dari rumah dan tidak adanya ia di rumah, hal ini berakibat beban mendidik dan membesarkan anak ada di pundak istri di samping adanya beban yang lain”.

Pada relasi sosial, keluarga adalah unsur penyusun terkecil dalam masyarakat. Dalam bangunan masyarakat, hubungan antar satu keluarga dengan keluarga lainnya membentuk relasi tetangga. Relasi inilah yang membentuk hubungan sosial dalam masyarakat dan tentunya menentukan terbentuknya dinamika sosial.

Dinamika sosial yang terbentuk di daerah saya, yaitu kawasan perumahan dan perkampungan sangat kentara perbedaanya. Jika dilihat dari sistem hubungannya, di daerah perumahan adalah bentuk dari Gesellschaft (Mujtama’ at-Ta’âqudiyyah atau Associational Society) atau masyarakat asosiasi dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan patembayan. Di mana kebutuhan individu mendapat prioritas penting daripada komunitas sosial dan juga merupakan gambaran kecil dari masyarakat urban. Individualisme yang sangat kentara, kepentingan pribadi yang rasional (kurwille) dan juga tindakan penghitungan; yang selalu diukur dengan materi melemahkan ikatan tradisional keluarga, kekerabatan; tetangga dan juga agama. Tak ayal hal ini terjadi, karena memang pada dasarnya dibangun secara materialistik rasionalis untuk kepentingan efesiensi ekonomi dan politik, dsb.

Pada awal mulanya, perkampungan di Bunulrejo mempunyai banyak sekali petak sawah dan kebun salak. Dengan berjalannya waktu, perumahan mulai dibangun dan menggusur sebagian besar sawah dan kebun. Tak hanya itu, mata pencaharian pokok juga bergeser, dari kehidupan yang dekat dengan alam; basis ekologi menjadi basis teknologi. Yang mana pada sekitar tahun 2008 sawah dan kebun masih sering digunakan oleh anak-anak bermain layang-layang ataupun mencari belut sawah dan ikan. Di persawahan juga masih banyak kerbau yang digunakan untuk membajak sawah. Namun, akhir-akhir ini sudah sangat jarang dan bahkan tiada lagi anak-anak yang bermain di sawah ataupun layang-layang, mereka asik dengan gawai yang ada di tangannya.

Hal itu yang menggambarkan bagaimana kehidupan di kawasan kampung saya. Walaupun ada sebagian pendatang dari luar kota dan juga perubahan gaya hidup individu, akan tetapi mileu masyarakat paguyuban atau Gemeinschaft (Mujtama’ at-Tarâhumy atau Communal Society) tetap terjaga. Bentuk masyarakat ini cenderung lahir dari rasa solidaritas antar satu dengan yang lain dan juga dari identitas yang sama sebagai masyarakat paguyuban, juga diperkuat dengan gerakan gotong royong dan hubungan emosional serta interaksi sosial antar individu yang masih kental. Namun, juga perlu disadari bagaimana tantangan ke depan untuk mempertahankan identitas sebagai masyarakat paguyuban. Karena individualisme di kalangan anak-anak mulai marak dengan adanya teknologi.

Dengan adanya tantangan paham Kapitalisme dan Marxisme, bentuk masyarakat yang hidup secara paguyuban hendaknya tetap ada. Saya teringat dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a, Nabi Muhammad SAW bersada, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku mengenai tetangga hingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Hubungan antar tetangga yang saling mengenal dan saling memberikan hak antara satu dengan lainnya menjadi pondasi utama kekuatan negara pada masa itu. Oleh karena itu, banyak sekali sabda Nabi SAW yang memerintahkan berbuat baik kepada kerabat dekat termasuk tetangga.

Begitu juga pada masa sekarang, dengan adanya interaksi dan saling mengenal satu sama lain, ritme hubungan sosial akan terbentuk dalam tataran sosial masyarakat. Tanpa adanya sekat-sekat materil satu dengan yang lain, dengan tujuan mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis. Kerena memang hakikat manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, bukan memanfaatkan ataupun mengeksploitasi satu dengan yang lain, tanpa memberikan hak yang sepadan.

ShareTweetSend
Abdul Muntholib

Abdul Muntholib

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Aktifis Said Aqiel Siraj Center (SAS Center), Kairo. Alumni PPQ Nurul Huda, Singosari, Malang.

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Dualisme Hari Raya, Polemik Tahunan Tak Kunjung Padam

Dualisme Hari Raya, Polemik Tahunan Tak Kunjung Padam

29 April 2022
Kolaborasi PCINU Mesir dan El-Montada dalam Menyemarakkan Harlah Al-Azhar

Kolaborasi PCINU Mesir dan El-Montada dalam Menyemarakkan Harlah Al-Azhar

1 May 2022
Kidung Kehidupan Ummu Kultsum

Kidung Kehidupan Ummu Kultsum

2 March 2020
Haiah Kibar Ulama al-Azhar (Fase 1911-1961)

Haiah Kibar Ulama al-Azhar (Fase 1911-1961)

29 April 2021
Tiga Tokoh yang Membincang Kemukjizatan al-Quran

Tiga Tokoh yang Membincang Kemukjizatan al-Quran

26 February 2020
Kolaborasi PCINU Mesir dan El-Montada dalam Menyemarakkan Harlah Al-Azhar

Kolaborasi PCINU Mesir dan El-Montada dalam Menyemarakkan Harlah Al-Azhar

1 May 2022
Dualisme Hari Raya, Polemik Tahunan Tak Kunjung Padam

Dualisme Hari Raya, Polemik Tahunan Tak Kunjung Padam

29 April 2022
Adakan Lomba Badawiyah; Ajang Memperkenalkan Pelajar NU Mesir

Adakan Lomba Badawiyah; Ajang Memperkenalkan Pelajar NU Mesir

28 March 2022
Open Recruitment Fatayat Study Club 2022; Hidupkan Kajian Masisirwati

Open Recruitment Fatayat Study Club 2022; Hidupkan Kajian Masisirwati

26 March 2022
Menjaga Eksistensi NU Melalui Nahdiyin Betawi

Menjaga Eksistensi NU Melalui Nahdiyin Betawi

23 March 2022

Numesri.net putih

Tentang Kami | Kontak | Redaksi | Kirim Tulisan

Ikuti juga sosial media kami

  • Profil
  • Warta
  • Opini
  • Kolom
  • Internasional
  • Sejarah
  • Laporan Kajian
  • Tokoh
  • Ubuddiyah
  • Terjemah