Pada Sabtu lalu, 18 Februari 2023, kawan-kawan (anggota baru) Lakpesdam PCINU Mesir telah tuntas merampungkan kajian intensif buku “Fajrul Islam”, karya Ahmad Amin. Kajian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi proyek penulisan esai bersama di bawah tajuk “Islam Otentik” yang telah dirumuskan sejak Desember lalu.
Kajian yang berlangsung selama 10 pekan pertemuan mendorong kawan-kawan untuk meninjau ulang realitas dan kategori-kategori konseptual keberislaman yang sudah ada, melalui beragam pendekatan yang akrab dengan tradisi dan latar belakang intelektual masing-masing. Bagi yang telah memeluk tradisi tafsir dengan kuat, giat dan konsentrasi penulisan esai dikerjakan di atas tradisi tersebut, dan lain sebagainya. Demikian halnya berlaku dalam unsur metodologi. Bagi strukturalis dan historisis, penulisan esai tentu dikerangkakan dalam strukturalisme dan historisisme, dan lain sebagainya.
Persamaan dan struktur dasar yang mempertemukan kawan-kawan adalah tema penting yang termuat dalam “Fajrul Islam”, yaitu historisitas Islam dan kategori-kategori pembentuknya, atau dalam tajuk yang telah dirumuskan disebut dengan “Islam Otentik”. Kajian intensif yang telah giat ditekuni dapat memberikan sekurang-kurangnya perspektif baru tentang Islam dalam kesejarahannya, yang mana mengambil konteks abad permulaan Islam.
Paparan panjang Ahmad Amin (2020) atas kesejarahan Islam, kebudayaan, khazanah keilmuan, dan persinggungannya dengan peradaban lain memperlihatkan bahwa keberadaan Islam dibentuk dalam jalinan historis yang cukup kompleks. Perspektif ini meretas keyakinan—yang telah menjadi common sense―bahwa Islam hadir secara tiba-tiba ahistoris, dan memalingkannya kepada pandangan bahwa Islam membentang pada aras kenyataan historis yang ‘niscaya’ (historical neccessity). Sehingga, membuka pintu diskusi Islam yang dapat dijelaskan dalam kerangka historis dan ilmiah. Islam, dengan demikian, senantiasa diasumsikan sebagai yang sosial, menyangkut bagaimana ia dihadirkan kembali secara kolektif. Sehingga bukan tidak mungkin jika substansi Islam tersembunyi di antara lembar-lembar sejarah yang telah ia tulis sendiri.
Perspektif di atas dapat dipikirkan hanya ketika sejarah diasumsikan bukan saja sebagai rangkaian kejadian masa lalu, melainkan sebuah catatan, yang berarti adalah kajian tentang masa lalu. Oleh karena itu, sejarah dapat berarti 1) apa yang sebenarnya terjadi dan 2) apa pun yang telah terjadi menurut ’kata kita’. Dua hal ini telah disadari Ibnu Khaldun (2016) dengan apa yang ia sebut sebagai “Filsafat Sejarah” di dalam Mukadimahnya.
Hal yang senantiasa diperhatikan dalam kajian intensif dan pengerjaan proyek ini adalah penjajaran dua konsep sejarah di atas atau apa yang sekarang dikenal dengan ‘historiografi’; antara sejarah sebagai masa lalu yang tak terhitung banyaknya dan sejarah sebagai narasi rekaan ‘kata kita’. Pada konsep yang pertama sejarah adalah seluruh kejadian yang tak terhitung banyak dan acak; pada konsep yang kedua sejarah adalah kejadian-kejadian yang telah diseleksi dan dikurasi untuk menjelaskan kenyataan kita kini.
Kesejarahan Islam, yang dapat dilacak dalam baris-baris historiografi, tentunya berlaku persis dengan apa yang telah didiskusikan di muka. Apa yang terjadi, penambah-kurangan ‘Islam’ tentu banyak tak terhitung dan bersifat acak. Barang tentu terdapat penghayatan-penghayatan Islam lain yang luput dari historiografi para muarikh. Barang tentu, hanya penghayatan yang ‘menarik’ bagi mereka yang ditonjol-mukakan dalam bejibun buku yang telah mereka tulis. Sehingga ‘Islam Otentik’ menjadi relevan untuk diperbincangkan, sekalipun hanya menyangkut kategori-kategori parsial penyusunnya, seperti Hadits, Al-Quran, I’jaz dan lain sebagainya.
Pertanyaan seputar Otentisitas Islam (Varga & Guignon, 2020) selalu menyinggung dua hal, 1) kepercayaan atas orisinalitas Islam, dan 2) validitas atau representasi yang akurat mengenai Islam itu sendiri. Akan tetapi, jalan terjal menuju pertanyaan seputar otentisitas harus ditapaki dengan hati-hati. Karena, pertanyaan seputar otentisitas senantiasa dibuntuti oleh dilema identitas. Layaknya kapal Theseus dalam riwayat Plutarch (Deutsch & Garbacz, 2022) yang berlayar menuju Delos setelah mengalahkan minotaurus dan monster lainnya, kemudian setibanya di tujuan telah mengalami bongkar-pasang hampir pada seluruh bagiannya, Islam dari abad ketujuh hingga kini juga mengalami penambah-kurangan atribut dan unsur-unsur pembentuknya. Hal ini memunculkan dilema: apakah dengan penambah-kurangan yang terjadi pada ‘buritan, geladak, dan tiang’, Islam masih bisa disebut sebagai ‘Islam’?
Apa yang ditulis kawan-kawan selalu menyangkut persinggungan di atas. Apakah ‘Filsafat Islam’ ada? Apakah keberadaannya otentik? Jika ‘Filsafat Islam’ ternyata didakwa hadir bukan dari diri Islam setelah dakwaan tersebut mengalami pengujian yang cukup ketat, apakah ia masih dapat disebut ‘Filsafat Islam’? Apa arti ‘Islam’ dalam ‘Filsafat Islam’?
Pertanyaan seputar otentisitas juga mengharuskan asumsi Islam sebagai pemilik otonomi tertentu (Varga & Guignon, 2020). Artinya, Islam memiliki kedirian yang distingtif dari identitas yang lain. Ia kemudian menciptakan pada dirinya self-identity, yang dapat membedakannya dari, misal, Nasrani atau Peradaban Jahiliah jika hal itu menyangkut peradaban Islam. Otonomi itu dapat berupa nalar dan motif yang mendorong unsur-unsur Islam menciptakan sejarahnya sendiri, yang membedakannya dari otonomi lain. Atau berupa karakter dan watak khusus yang menjadi predikat bagi jalinan unsur-unsur Islam, contoh sederhananya ‘agama samawi yang rasional yang dibawa oleh Muhammad’. Atau, otonomi tersebut dapat berupa―jika menginginkan istilah singkat tapi rumit―paradigma yang bekerja dalam Islam sebagai kerangka epistemik ajaran dan peradaban.
Perihal lain yang didorong oleh pertanyaan seputar otentisitas adalah penciptaan konsep inti (the core) dan pinggiran (the peripheral) dalam diri―interioritas―Islam. Dalam agenda kesejarahan Islam, apa yang ‘Islam’ selalu merujuk kepada inti, sementara pinggiran sering kali tak terbaca sebagai identitas, atau bahkan tidak cukup untuk disebut sebagai otentik. Persoalan ini terjadi pada unsur-unsur Islam, sekalipun oleh kebanyakan orang dianggap kurang penting. Misalnya, menentukan Israiliyat ‘ala Islam’ memerlukan pengujian Israiliyat A yang berada di muara inti dan Israiliyat B yang terletak di pinggiran. Oleh karena itu, bukan hal yang mengherankan jika kebanyakan penulis esai mengambil polemik sebagai titik berangkat. Karena, polemik selalu menjadi marka antara apa yang diasumsikan sebagai inti dan apa yang dianggap sebagai pinggiran.
Kumpulan esai yang telah ditulis oleh kawan-kawan muda Lakpesdam akan terbit setiap minggu di website numesir.net, menemani pembaca sekalian di tengah geliat persiapan ujian. Esai-esai yang akan terbit diharapkan dapat memberikan perspektif yang terus-menerus baru, memantik para pemerhati keilmuan masisir dan siapa saja yang merasa perlu untuk peduli dengan kerja-kerja ilmiah untuk membaca, menilai, dan berkomentar atas usaha kawan-kawan muda Lakpesdam, baik secara langsung atau melalui media online. Tentunya masih banyak kekurangan dalam tulisan kawan-kawan, namun kami selalu terbuka bagi kritik dan saran ilmiah demi kehidupan intelektual yang layak dan sehat.
Terakhir, kami aturkan syukur dan terima kasih kepada Allah yang Maha Kuasa dan, tentu tak lupa, Sang Nabi yang telah memercikkan gerimis inspirasi. Terima kasih kami sampaikan kepada PCINU Mesir yang telah memberikan keleluasaan kepada kami untuk menerbitkan kumpulan esai di laman numesir.net. Dan juga kepada seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses kreatif penulisan esai ini, khususnya kawan-kawan ‘lama’ Lakpesdam yang senantiasa memberikan dedikasi penuh atas nama solidaritas sosial. Dan, tak lupa, para pembaca budiman yang senantiasa membuat tulisan-tulisan kami bermakna.
Ahmad Faishol Abimanyu
Ketua Lakpesdam PCINU Mesir 2022-2023
Referensi
Deutsch, H., & Garbacz, P. (2022). Relative Identity. In E. N. Zalta & U. Nodelman (Eds.), The {Stanford} Encyclopedia of Philosophy (Winter 2022 ed.): Metaphysics Research Lab, Stanford University.
Varga, S., & Guignon, C. (2020). Authenticity. In E. N. Zalta (Ed.), The {Stanford} Encyclopedia of Philosophy (Spring 2020 ed.): Metaphysics Research Lab, Stanford University.
امين, ا. (2020). فجر الإسلام: دار القلم للطباعة و النشر و التوزيع – بيروت / لبنان.
خلدون, ع. ب. م. ب., & الزعبي, ا. (2016). مقدمة ابن خلدون: دار الارقم بن ابي الارقم – بيروت / لبنان.