Oleh: Dr. Abdul Mun’im Fuad(1)
Diterjemahkan oleh saudari Diana Mardliatillah
Kata “al-Quds” mempunyai arti suci, agung, dan murni. Al-Quds merupakan nama sebuah kota yang di dalamnya terdapat Masjid al-Aqsha. Sebuah nama yang dicatat oleh sejarah dan selalu dibanggakan umat Islam, serta memiliki tempat istimewa dihati mereka—setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Nama ini semakin mulia dan agung ketika al-Qur’an menyebutnya diawal surat al-Isra’:
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَ اٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.Isra:1)
Allah Swt. memberkahi masjid al-Aqsha dan sekitarnya. Maksudnya, seluruh Yerusalem diberkahi dengan buah-buahan dan berbagai kemegahan dunia. Allah juga memberkahi Yerusalem dengan para nabi dan orang-orang shaleh yang hidup ditanah ini untuk menyebar dan menyeru kepada kebaikan, serta mencegah kemungkaran. Disana pula para nabi dan orang-orang shaleh dimakamkan.
Alasan dinamakan dengan al-Aqsha (sangat jauh), sebagaimana dinyatakan oleh al-Qurthubi: karena jarak antara masjid al-Aqsha dan Masjidil Haram sangat jauh. Masjid al-Aqsha merupakan masjid terjauh dari Mekah yang sangat dianjurkan untuk menziarahinya—sebagai bentuk penghormatan padanya.(2) Rasulullah Saw. melakukan isra’ ke sana, dan dari sanalah beliau mi’raj ke langit.
Sementara itu, umat Yahudi yang tercerai berai dimuka bumi karena rusaknya akidah dan tingkah buruk mereka, serta selalu melakukan konspirasi di mana pun mereka berada,telah membentuk Zionis Internasional yang mempunyai satu proyek besar, yaitu menguasai dunia dengan suatu protokol yang dikenal dengan Protokol Zionis.(3)
Kaum Yahudi berjanji untuk menguasai Palestina dan Baitul Maqdis dengan cara apapun, termasuk dengan kekerasan. Mereka bersekutu dengan negara-negara adidaya, kemudian melakukan kebohongan-kebohongan, serta merekrut para pemimpin dunia dan orang-orang yang memiliki pengaruh dalam kebudayaan, pemikiran, dan politik baik dari barat maupun Arab untuk dijadikan sebagai antek-antek Zionis, yang dengan sukarela menjalankan rencana zionis. Terlebih setelah penjajahan Palestina, mereka mengklaim kepemilikan Yerusalem atas mereka, sementara umat muslim dan kristen tidak mempunyai hak atas Yerusalem. Klaim tersebut didasari oleh beberapa hal ganjil, di antaranya:
- Alquran tidak pernah sekalipun menyebut Yerusalem. Oleh karena itu, Yahudilah yang paling berhak atas Yerusalem. Menurut mereka hubungan Yahudi dengan Yerusalem sudah dimulai sejak 3000 tahun yang lalu saat Raja Daud menyerbu kota ini pada abad ke-10 SM. Setelah mengalahkan Jalut, Raja Daud kemudian mendirikan kerajaannya.(4)
- Yahudi juga berpegang pada kitab suci mereka. Dalam Kitab Kejadian disebutkan bahwa Tuhan telah menjanjikan Yerusalem -tanah yang dijanjikan- kepada Nabi Ibrahim a.s. dan keturunannya. Yahweh berfirman, “hanya kepada keturunanmu kuberikan tanah ini.” Ditanah ini pulalah Ibrahim dan Sarah dimakamkan. Oleh karena itu, mereka menetapkannya sebagai kiblat dan mengkuduskan lingkungannya, karena Yerusalem milik mereka, bukan yang lain.
Mereka menafikan segala bentuk hubungan Yerusalem dengan Islam dan Arab. Padahal, dibanding dengan Yahudi, keduanyalah yang lebih dulu dikenal oleh bangsa Palestina. Oleh karena itu, justru mereka inilah yang paling berhak atas Yerusalem dan mendudukinya.
Sekarang pun kita masih menyaksikan kebohongan-kebohongan Zionis yang bahkan lebih kejam dari para pendahulunya. Adalah Mordechai Kedar, seorang profesor Islamic Studies di salah satu perguruan tinggi Israel, dalam sebuah seminar di Knesset(5) Israel pada Juli 2009. Ia mengatakan: Yerusalem adalah milik umat Yahudi. Sementara Masjid al-Aqsha itu berada di Ji’ranah, daerah antara Makkah dan Thaif, bukan di Yerusalem atau Palestina”.
Kebohongan-kebohongan Zionis belum cukup sampai di sini. Untuk menyempurnakan tujuanya, dengan lantang mereka berseru kepada bangsa Arab: sungguh kami telah melihat dengan mata kepala sendiri banyak serigala (orang Palestina dan Arab) berjalan diatas kuil. Dan sungguh telah dikatakan dalam kitab suci kami tentang kewajiban membunuh orang asing yang memasuki kuil, apalagi berjalan di dalamnya. Sosok ini melampaui batas, dia berbicara di stasiun televisi milik kita dan di ruang-ruang terbuka.
Lebih mengejutkan lagi ada di antara kita, anak-anak, dan saudara seiman kita yang mengadopsi pernyataan itu dan tidak mengubahnya sedikitpun, justru menambahinya:
“Sesungguhnya Masjid al-Aqsha yang dituturkan dalam al-Quran bukanlah yang berada di Yerusalem atau Palestina, melainkan di Jiranah, sebelum Thaif”. Imam al-Waqidi menuturkan hal tersebut dalam kitabnya, al-Maghazi. Ia menjelaskan disana terdapat Masjid al-Adna dan Masjid al-Aqsha, Rasulullah SAW. juga pernah sholat di sana. Hal ini juga dituturkan oleh at-Thabari.
Seperti itulah cara Zionis menyebarkan kebohongan mereka, hingga Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan pernyataan yang mengecewakan itu. Dia mendaulat Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusannya itu ditentang umat Islam dan kristen diseluruh dunia.
Sanggahan atas klaim mereka:
Untuk menghadapi kebohongan semacam ini, yang tidak dibangun dengan metodologi ilmiah, realitas, dan logika kita harus membedah metode ini. Ini adalah satu-satunya cara untuk menolak kebohongan mereka yaitu dengan beberapa pernyataan berikut:
- Mereka menetapkan bahwa al-Quds adalah kota yang dimasuki oleh nabi Daud as. sejak 3000 tahun SM. dan ia membangun Bait Salomo. Dan sesungguhnya Taurat dan kitab suci mereka yang lain menguatkan bahwa tanah itu diberikan Tuhan kepada Ibrahim dan keturunannya. Dia dan istrinya, Sarah, dimakamkan disana. Maka, Yahudilah yang paling berhak atas tanah itu, dan kota al-Quds menjadi simbol kesucian bagi mereka, bukan untuk umat Islam. Oleh karena itu mereka menetapkanya sebagai kiblat dan mengkuduskan lingkungannya. Yerusalem hanya milik mereka bukan yang lain!
Jawaban rasional:
Sesungguhnya pemikiran seperti ini salah. Tidak semua yang memerangi suatu wilayah lantas menjadi pemiliknya dan wilayah tersebut tidak lantas menjadi tanah air yang tidak mungkin terpisah darinya. Seandainya kita membawa kasus ini ke Lembaga Peradilan Internasional, maka dengan menggunakan logika—sebelum merujuk pada undang-undang—para hakim akan memutuskan bahwa klaim ini cacat.
Namun, sebelum Yahudi bertanya kepada dirinya sendiri, Presiden Amerika, Donald Trump, yang mengeluarkan klaim sepihak mengenai Yerusalem sebagai ibu kota Yahudi, dan menodai perdamaian yang selama ini mereka serukan, seharusnya terlebih dahulu bertanya kepada dirinya sendiri beberapa hal berikut:
Mengapa Amerika keluar dari Vietnam setelah memeranginya? Mengapa tidak menjadikannya sebagai tanah air dan memilikinya? Mengapa pula Amerika keluar dari Irak—setelah memeranginya pada tahun 2003 karena alasan yang sepele? Mereka juga membunuh jutaan penduduk Irak, kenapa mereka tidak menjadikannya sebagai tanah air?
Kenapa Prancis, Inggris, Italia dan negara-negara lain keluar dari negera jajahan mereka? Selain itu, bagi kaum Yahudi Sulaiman a.s. merupakan seorang raja, bukan nabi atau rasul. Maka permasalahan disini adalah permasalahan politik dan tidak ada hubungannya dengan permasalahan agama Yahudi. Lalu untuk apa mereka berbohong?
Menurut sumber sejarah, Yerusalem sudah ada sebelum Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. Kaum Yabus–nenek moyang bangsa Palestina—adalah bangsa yang telah membangun kota ini, kemudian datang nabi Sulaiman a.s. dan menemukan mereka. Lagipula, hubungan antara Daud, Sulaiman dan bangsa Ibrani dengan Yerusalem dan Palestina tidak lebih dari beberapa ribu tahun. Maka, bagaimana bisa sebuah kebohongan dijadikan sebagai pedoman sementara pada dasarnya ia tidak memiliki hak atas tanah tersebut?
- Dengan logika yang sama kita akan berbicara mengenai pernyataan Yahudi yang mengatakan bahwa Yerusalem adalah milik mereka, bukan yang lain. Alasan tersebut tidak lain adalah karenaYerusalem adalah kiblat mereka. Oleh karena itu, Yahudi adalah kaum yang paling berhak atas tanah tersebut, bukan umat Islam atau yang lain.
Jawaban rasional:
Cara berpikir yang tidak masuk akal ini kita analogikan: muslim Pakistan, Somalia, atau negara manapun yang menjadikan Kakbah yang mulia di Saudi Arabia sebagai kiblat, maka secara otomatis mereka berhak menduduki Makkah. Namun, pada kenyataannya mereka tetap hanya menjadikannya sebagai kiblat tanpa merasa berhak atasnya. Betapa tidak masuk akalnya cara berpikir Yahudi!
- Mengenai legitimasi kepemilikan Yerusalem atas Yahudi, mereka berpegang pada kitab suci. Kami nukil pernyataan yang mereka ambil dari Kitab Kejadian, tertulis di dalamnya bahwa Tuhan telah mewariskan Yerusalem kepada Ibrahim dan keturunannya. Disanalah Ibrahim dan anak turunnya serta istrinya, Sarah, dimakamkan.
Untuk menjawab kebohongan ini, kita harus mengajukan satu pertanyaan penting, kemudian kembali membedah kitab suci yang menjadi sumber pertanyaan.
- Kenapa keturunan Ibrahim hanya terbatas pada Yahudi, yang merupakan keturunan Ishaq dan Ya’qub a.s.? Dan mengapa pula keturunan Ismail tidak termasuk? Bukankah Ismail juga nenek moyang bangsa Arab, kakek ke-20 dari Nabi Muhammad saw? Mengapa mereka mengabaikan kelahiran Ismail dan hanya menganggap Ishaq putra Sarah saja?
Inilah rasisme Yahudi sebagaimana disebut dalam Alquran:
“ليس علينا في الأميين سبيل” (ال عمران : 75)
“Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.”
Dalam Talmud juga disebutkan:
“Laknat bagi semua bangsa dan berkah bagi umat Yahudi.”
- Dengan kembali melihat pada kitab suci mereka—yang menjadi dasar terkuat bagi klaim mereka, kita mengetahui bahwa dalam Kitab Perjanjian yang mereka jadikan dalil untuk kepemilikan Yerusalem dan Palestina atas mereka,ternyata kitab itu pula yang menceritakan bahwa Ibrahim a.s. adalah orang asing ditanah itu. Inilah nas mengenai hal itu:
“Dan Abraham berdiam untuk waktu yang lama sebagai orang asing ditanah orang Palestina.”
Dalam pasal lain penulis Talmud menyatakan bahwa Ibrahim a.s. membeli tanah ini dari pemiliknya untuk dijadikan sebagai kuburan Sarah, istrinya.
“Kemudian Sarah meninggal di desa Arba yang terletak di kota Hebron, Yerusalem. Ibrahim lalu datang dan meratapi serta menangisinya. Ia kemudian berdiri di depan jenazah istrinya seraya berkata kepada putra-putra Het (putra Kanaan): aku (Ibrahim a.s. ini seorang penduduk asing dan pemukim di antara kamu. Berikanlah sebuah pekuburan untuk kumiliki diantara kamu agar aku dapat menguburkan istriku yang mati. Maka putra-putra Het memberinya tanah pekuburan.”
Bagaimana bisa apa yang dinukil oleh Yahudi di sini dijadikan sebagai dalil untuk kepemilikan Yerusalem atas mereka? Mereka pura-pura lupa bahwa nas yang menjelaskan tentang kepemilikan Yerusalem dalam beberapa kitab tidak saling terkait melainkan saling bertentangan.
Sebagai contoh dalam Kitab Kejadian pasal 17:
“Dan aku akan memberikan kepadamu dan kepada benihmu setelah engkau tanah yang kau diami sebagai penduduk asing.”
Dalam Kitab Kejadian pasal 13 dikatakan:
“Dan Yahweh berfirman kepada Abraham setelah Lot terpisah darinya, ‘Layangkanlah kiranya pandanganmu, dan lihat dari tempat engkau berada, ke arah utara dan kearah selatan dan kearah timur dan kearah barat. Karena seluruh tanah yang kau lihat itu kepadamu dan kepada benihmu-lah aku akan meberikannya sampai waktu yang tidak tertentu.”
Sementara dalam pasal 35 Tuhan berkata kepada Yakub a.s.:
“Sehubungan dengan tanah yang kuberikan kepada Abraham dan Ishak, aku akan memberikannya kepadamu, dan aku akan memberikan tanah ini kepada benihmu”, yaitu dari Nil sampai sungai Eufrat seperti yang termaktub dalam Knesset Israel.
Pertentangan yang terdapat pada kitab suci mereka meruntuhkan semua alasan mereka dan menjadikannya tidak berarti, serta tidak ilmiah dan realistis.[]
Bersambung.. ^_-
Catatan:
(1) Dekan Perguruan Tinggi ekspatriat kampus Al Azhar.
(2) Tafsîr al-Qurtûbi (al-Jâmi’ Li Ahkâmi al-Qur’ân….) Jild. 13, Hal. 16, Penyidik: Dr. Abdullah Bin Abdul Muhsin At Turki.
(3) Lihat “Al Khathr al-Yahûdi Protokolât Hukamâ’ al-Shahyûn”, hal. 40, Abdullah At Tal.
(4) Lihat “Al Quds baina al-Yahûdiyah wa al-Islâm”, Hal. 3, Bonus Majalah Azhar Untuk Edisi Bulan Sya’ban 1437 H., Pengantar: Dr. Muhammad Imarah. “Mausû’atu al-Yahûd wa al-Yahûdiyah wa al-Shahyûniyah”, Abdul Wahab Al Musiri, Cetakan Ke Empat, Jild. 1, Bab 8.
(5) Parlemen Israel
Artikel asli dari majalah Azhar edisi Jumadil Ula 1439 H/Januari 2018 M.