Oleh: M. Alkautsar Izzudin Mawardi
Indonesia akan kembali merayakan ulang tahun kemerdekaannya. Memasuki usianya yang ke 79, nilai kemerdekaan masih samar terlihat di masyarakat Indonesia, terutama kawula muda. Identitas sebagai simbol kemerdekaan terlihat bias di dalam tubuh pemuda Indonesia. Tren seperti fanatik terhadap K-Pop dengan meniru gaya hidup, fashion dan bahasa idolanya merupakan salah satu bentuk nyata bahwa pemuda Indonesia sedang mengalami krisis identitas.
Belum lagi masifnya pemuda Indonesia yang tidak mengetahui nilai pancasila dan tidak suka terhadap produk lokal semakin menambah persentase krisis identitas di Indonesia. Kekeroposan identitas di dalam tubuh pemuda Indonesia membuat mereka mudah disusupi identitas asing. Akibatnya, pemuda yang seharusnya mampu mewarnai dunia dengan corak keindonesiaannya harus rela terjajah oleh ideologi dan budaya asing.
Sejarah dan Krisis Identitas
Identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai makna jati diri. Yakni, kemampuan individu dalam mengenali dan mendefinisikan dirinya kepada khalayak umum. Kata identitas apabila dihubungkan dengan variabel lain akan melahirkan sebuah makna baru. Identitas nasional misalnya, ia mempunyai arti sebuah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa. Identitas nasional merupakan identitas fundamental bagi seseorang. Ketika seorang pemuda tidak mampu mengenali dan mendefinisikan nilai-nilai seperti budaya dan ideologi yang terkandung di dalam bangsanya, maka seorang pemuda telah kehilangan identitas kebangsaannya.
Ketidakmampuan pemuda dalam mengidentifikasi nilai yang terkandung dalam bangsanya dapat ditelaah melalui beberapa sisi, salah satunya adalah melalui kajian historis atau sejarah. Seorang pemuda harus memahami dengan baik konsepsi sejarah dan cara kerjanya. Contoh kecilnya seperti mengetahui apa yang ada di bawah kakinya, mengetahui kejadian apa yang mengelilinginya serta menginterpretasi fakta yang telah diketahui ke dalam konteks masa kini.
Penguasaan sejarah sangat menentukan sejauh mana seseorang mengetahui identitasnya. Ketidaktahuan seseorang terhadap sejarah bangsa sendiri akan menghantarkannya pada situasi krisis identitas nasional. Hal tersebut sangat mungkin terjadi mengingat suatu bangsa dan identitas nasional merupakan sebuah konstruksi sosial yang berdasar pada narasi sejarah dan ingatan kolektif. Selaras dengan pandangan Anderson, kurangnya pengetahuan sejarah dapat melemahkan rasa identitas nasional dikarenakan sejarah menjadi fondasi bagi identitas kolektif suatu bangsa. Ketika individu atau kelompok dalam masyarakat tidak memiliki pemahaman yang kuat tentang sejarah, mereka cenderung kehilangan ikatan emosional dan identitas bersama sebagai suatu bangsa.
Pada konteks Indonesia, spirit nasionalisme seperti peka terhadap sejarah masih belum menjalari seluruh bagian tubuh para pemuda bangsanya. Minimnya kesadaran terhadap urgensi sejarah menjadi virus yang menggerogoti identitas nasionalisme mereka. Bahkan, sejarah menjadi saksi kebenaran fakta yang amat getir tersebut, baik di masa lampau maupun di masa kini. Di bidang ilmu pengetahuan misalnya, Indonesia mempunyai jasa besar dalam sejarah pengetahuan dunia. Pengetahuan baru seputar diskursus geopolitik dan geofisika sedikit-banyaknya lahir dari bawah kaki masyarakat Jawa di daerah Gunung Merapi, Yogyakarta. Permasalahan seperti pergerakan lempeng tektonik, magma, erupsi dan aktifitas vulkanis lainnya membuat Indonesia terlihat semakin seksi di mata dunia.
Namun sayangnya, kebesaran nama Indonesia di mata dunia bukanlah hasil usaha bangsanya sendiri, melainkan berkat usaha pihak asing. Nama-nama seperti Reinout Willem dan Karl Martin merupakan ilmuwan asing pertama yang menghasilkan banyak pengetahuan seputar geologi-geofisika dari tanah Indonesia. Rasa malas yang menjangkiti tubuh pemuda Indonesia berimplikasi pada hilangnya sumber daya potensial mereka. Potensi besar yang dimiliki Indonesia justru menjadi harta karun bagi bangsa asing dan menjadi bumerang bagi bangsa sendiri.
Konstruksi Sejarah-Identitas Menciptakan Pengetahuan Baru
Pemuda Indonesia harus bisa keluar dari rasa ketidakpedulian terhadap pengetahuan sejarah. Ketika pemuda Indonesia mengetahui sejarah dan identitasnya, mereka dapat melangkah lebih jauh. Dari yang semula sekedar mengetahui bangsanya saja, menjadi bagaimana pengetahuan baru tercipta dari bangsa Indonesia. Pengetahuan komprehensif mengenai bangsanya membuat pemuda Indonesia mengetahui segala macam sumber daya potensial, konflik kebangsaan serta solusi yang dibutuhkan. Konklusi yang bersifat solutif tentunya akan melahirkan sebuah pengetahuan baru. Dari sinilah independensi bangsa Indonesia terbentuk dalam ranah ilmu pengetahuan dan tidak melulu menjadi bangsa yang latah pengetahuan-kebudayaan dari bangsa lain, seperti bangsa Barat.
Melihat sumber daya potensial yang tersedia, Indonesia sangat mungkin bersaing dengan negara maju lainnya dalam hal menciptakan pengetahuan baru. Kasus di Belgia sebagai salah satu contohnya, negara yang terletak di jantung Eropa ini kerap mengalami ketegangan politik. Salah satu contohnya adalah ketegangan politik antara komunitas berbahasa Belanda (Flemish) dan komunitas berbahasa Prancis (Walloon). Isu geopolitik seperti pembagian kekuasaan dan dominasi wilayah menjadi pemicu ketegangan politik diantara kedua kubu yang berpotensi menyebabkan perpecahan identitas berdasarkan bahasa.
Dari fenomena di atas, keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan nilai toleransi kebudayaan dan kebahasaan menjadi sebuah solusi bagi negara-negara yang memiliki konflik seperti Belgia. Indonesia memandang keberagaman budaya dan bahasa bukanlah sebuah alasan perpecahan, melainkan simbol persatuan identitas sebagai sebuah bangsa. Pandangan solutif Indonesia mengenai diskursus tersebut sangat ditunggu oleh dunia. Hal ini tentunya menjadi sebuah kesempatan besar bagi bangsa Indonesia untuk tampil di permukaan. Indonesia yang semula selalu menjadi pendengar, kini berbicara dihadapan dunia mengenai konflik internasinonal seperti isu toleransi budaya dan bahasa.
Rekonsiliasi Pipa Sejarah; Bentuk Penyelesaian Krisis Identitas
Usaha pencarian identitas seringkali terdistraksi oleh pipa-pipa penyalur sejarah, bukan sejarah itu sendiri. Pipa penyalur sejarah seperti instansi pendidikan, pemerintah dan media sosial seringkali membuat sejarah tampak membosankan. Hal-hal seperti stigmatisasi sejarah yang seolah hanya cerita masa lalu dan tidak berkaitan dengan zaman modern merupakan konsekuensi dari inefisiensi pipa penyalur sejarah. Padahal pipa sejarah mempunyai tugas yang amat penting, yaitu membuat sejarah tampak lebih menarik dan tidak membosankan. Pipa sejarah juga harus bisa memposisikan sejarah sebagai sebuah elemen yang tak terpisahkan dengan kehidupan, baik di masa lalu maupun di masa modern. Oleh karenanya, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk merekonsiliasi pipa sejarah.
Pertama, revitalisasi kurikulum. Pada tahapan sekolah, segala elemen yang terlibat dalam pabrikasi kurikulum seperti pemerintah dan instansi pendidikan perlu memerhatikan kualitas kurikulum sejarah. Mulai dari referensi sejarah yang teruji kebenaran dan keobjektifannya, sarana-prasarana yang memadai hingga pengajar yang kreatif dan memenuhi standar. Kurikulum yang dirancang juga tidak melulu terpaku pada cerita masa lalu, akan tetapi mencakup kontekstualisasi sejarah di masa kini.
Kedua, digitalisasi informasi sejarah. Pada tahapan sosial, mendigitalisasi informasi terkait sejarah merupakan hal fundamental di masa kini. Memberikan akses seluas-luasnya ke arsip sejarah menjadi tugas utama bagi pemerintah saat ini. Digitalisasi bisa dilakukan dengan cara membuat platform resmi di internet mengenai informasi sejarah, baik melalui artikel, jurnal maupun buku. Digitalisasi juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan media sosial dan literasi digital, seperti menyebarkan konten-konten sejarah melalui podcast ataupun film.
Paparan di atas merupakan salah satu bentuk upaya menyeharikan sejarah kepada khalayak umum. Upaya tersebut dilakukan guna menumbuhkan kembali semangat membaca sejarah bagi pemuda Indonesia. Sebuah bangsa dikatakan maju ketika bangsa tersebut memperhatikan sejarahnya dan mengkontekstualisasikannya ke dalam masa kini. Sejarah bukan hanya membahas masa lalu saja, namun sejarah juga menentukan masa depan sebuah bangsa. Bahkan, sejarah harus bisa menjadi solusi bagi konflik bangsa-negara modern yang terjadi saat ini.
Identitas nasional yang mengakar kuat menjadi langkah pertama bagi pemuda Indonesia untuk mengeksplorasi lebih lanjut mengenai sumber daya potensial yang dimiliki bangsanya. Indonesia diharap mampu bertransformasi dari yang semula konsumen pasif, menjadi produsen budaya, ideologi bahkan ilmu pengetahuan bagi bangsa-bangsa lain. Dengan begitu, kemerdekaan Indonesia tidak hanya menjadi sebuah “kata seremonial” semata, akan tetapi bisa dirasakan sepenuhnya oleh seluruh bangsa Indonesia. Merdeka!
Esai ini merupakan pemenang juara 1 dalam acara “Lomba Menulis Esai PCINU Mesir 2024” yang diselenggarakan oleh LTN-NU Mesir.
Daftar Pustaka
Manurung, E. S. D., Salsabila, F. I., Wirawan, P. T. P., Anggraini, N. D., & Pandin, M. G. R. (2022). Identity Crisis As A Threat among Indonesian Young Generations. Populasi. 30(1), 1-9.
Anderson, B. (1936). Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread Of Nationalism. Inggris: Verso.
Habibi, A. D., Kencana, A. N., Khoirunnisa, A. Junaedi, A. N., Azahra, D. D. C., Ediyono, S. (2024). Pengaruh Korean Wave Terhadap Identitas Nasional Dikalangan Remaja Indonesia. Tomalebbi. 11(1), 17-24.
Rahardjo, M. (2010, 30 April). Tragedi Bahasa di Belgia. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2024, dari https://uin-malang.ac.id/r/100401/tragedi-bahasa-di-belgia.html
Gita Wirjawan. (2024, 4 Juli). Negeri Ini Pernah Jadi Surganya Ilmuwan Dunia. [Video]. YouTube. https://youtu.be/iIGHuBhoGC4?si=rNlhjOBBr2h09mAq