Kajian di lingkup Masisir masih lebih banyak terbatas pada kajian pustaka dan masih minim kajian lapangan. Melihat hal ini Lembaga Research Center PCINU Mesir berinisiatif mengadakan acara Kuliah Umum Riset Masisir. Acara yang direncanakan sejak Januari ini dikemas dengan tema bertajuk Membudayakan Riset Keagamaan dalam Mendukung Kompetensi Keilmuan Masisir, dan akan diadakan dalam tiga sesi dengan menghadirkan narasumber-narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing.
“Kuliah umum ini bisa menjadi pemantik kajian-kajian riset di Masisir. Harapannya, Research Center bisa berkolaborasi dengan lebih banyak pihak agar bisa memberikan pengalaman kepada Masisir tentang dunia riset,” terang Mawaddah, Ketua Lembaga Research Center.
Sesi pertama pada Jumat (11/03) diawali dengan sambutan Duta Besar RI Cairo, Dr. (H.C.) Lutfi Rauf, M.A. Menurutnya, kuliah umum ini sangat istimewa, karena kualitas insan akademis yang sesungguhnya dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas riset yang dilakukan. “Banyak negara saling berlomba mengembangkan riset ilmiah guna menunjang kemajuan bangsanya. Jepang, Korea, Cina, dan Amerika mengalokasikan dana yang besar untuk lembaga-lembaga riset mereka. Harapannya, penggabungan 4 lembaga riset menjadi satu di BRIN bisa menjadikan riset di Indonesia semakin mengalami perkembangan dan peningkatan,” ungkap beliau.
Dalam sambutannya juga, Pak Luthfi mengungkapkan bahwa Al-Azhar telah menelurkan ribuan ilmuwan muslim dan telah menghasilkan karya ilmiah yang tak terbilang jumlahnya. Para alumni Al-Azhar diharapkan bisa mengikuti hal tersebut. Melalui acara ini, beliau berharap akan muncul peneliti andal yang dapat memberikan sumbangsih besar kepada Indonesia.
Pada sambutan selanjutnya, Bpk. Mukhlason Jalaluddin, Lc., M.M. selaku Rasi Syuriah PCINU Mesir menyampaikan bahwa kajian Islam di Timur Tengah memiliki metodologi yang berbeda dengan metodologi yang digunakan peneliti Barat. “Para pengkaji Islam di Timur Tengah tidak hanya memandang Islam sebagai objek kajian murni, tetapi juga melihatnya sebagai hal yang normatif dan ideologis,” ucap beliau.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Dr. Najib Burhani, M.A. membandingkan studi agama di beberapa negara. Ia mengungkapkan bahwa di Amerika, para peneliti meletakkan agama bukan sebagai keyakinan, tetapi sebagai objek kajian. Mereka melepaskan identitas keagamaan agar proses pengkajian berjalan secara objektif tanpa melibatkan emosi dan keimanan.
Menurut Prof. Najib, metode pengkajian Islam di Indonesia cukup beragam. Kadang kala peneliti di Indonesia menjadi agak abu-abu. Saat meneliti di lapangan, belum terlihat jelas posisi mereka, apakah sebagai seorang imam, seorang mufti, atau sarjana keagamaan.
Prof. Najib, Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) juga menambahkan bahwa kecenderungan muslim dulu dan sekarang dalam memandang Islam cukup berbeda. Jika muslim dulu giat melakukan riset ilmiah, umat muslim sekarang lebih banyak terjebak dalam cara pandang irasional sehingga belum bisa bersaing dengan masyarakat di belahan dunia lain dalam kajian Islam. “Di Jepang, Israel dan Korea misalkan, saat ini sedang masif kajian-kajian terkait agama Islam. Studi perbandingan agama pun dijauhi karena dinilai menjauhkan individu dari nilai Islam, seperti hasil penelitian tentang manuskrip-manuskrip Islam justru banyak ditemukan di Universitas Jepang,” tegasnya.
Pada sesi tanya jawab, Nailul Wirdah bertanya mengenai tantangan mahasiswa Al-Azhar yang dituntut membaca teks-teks klasik untuk bisa beranjak ke studi lapangan.
Prof. Najib menjawab bahwa data yang dimiliki dan dipelajari di pesantren atau Al-Azhar sudah banyak, akan tetapi belum bisa dipakai untuk membaca fenomena, perlu adanya tools tambahan untuk itu. “Kita bisa melahirkan keilmuan baru, melakukan klasifikasi tafsir dengan berbagai pendekatan. Jika hanya membaca tafsir tanpa melakukan taksonomi, komparasi, pada akhirnya tidak bisa kita jadikan tools untuk membaca fenomena,” tambahnya.
Kuliah umum riset ini dihadiri oleh 98 peserta dan berlangsung khidmat hingga akhir. Pada sesi penutup, Prof. Najib menyampaikan bahwa walaupun BRIN hanya menerima lulusan S3 sebagai peneliti, tetapi BRIN juga membuka kesempatan untuk khalayak umum untuk mengakses kegiatan penelitian. Baik sebagai asisten riset, magang ataupun berkolaborasi dengan peneliti-peneliti antar kampus di Indonesia.
Pewarta: Nazhril Fathra Madina
Editor: Ali Arinal Haq