Masisir dengan segala keunikannya selalu memberikan ragam dinamika yang menarik untuk diamati. Maka tak ayal, jika kehidupan antar-Masisir, khususnya sosio-kultural, selalu menjadi perbincangan hangat di beberapa kafe atau ketika bersua di satu komunitas. Namanya juga Masisir, berita dari mulut ke mulut dan hasil ngobrol ngalor-ngidul sering diminati untuk saling melempar wacana. Barang tentu, hasil ini menjadi rujukan, mungkin. Segala persoalan aspek kehidupan tadi, tentu berawal dari “kegelisahan” yang katanya perlu dientaskan. Bijak memang kedengarannya, namun apakah sudah benar jalan pemecahannya? Jangan-jangan hanya saling klaim kebenaran wacana.
Membincang kegelisahan, saya meyakini setiap diri Masisir pernah gelisah terhadap suatu persoalan di sekitarnya. Namun pertimbangannya, setiap “kegelisahan” yang memiliki bebas nilai yang acap kali diobrolkan di pelbagai ruang, apakah kesemuanya memiliki solusi? Kita berpikir tentu tidak. Meminjam istilah dari M. Amin Abdullah, bahwa segala penelitian awalnya berangkat dari kegelisahan. Puncak dari akumulasi kegelisahan terdapat pada pengajuan “proposal penelitian”, yang sedari awal sudah dideterminasi hipotesisnya untuk dicari solusi sesuai prosedural. Ya, kegelisahan semacam ini disebut “kegelisahan akademis” yang tentunya tidak berawal dari ruang kosong hingga berujung pada solusi yang ambigu . Jelas, ya.
Saya mengambil beberapa contoh dari “kegelisahan” Masisir yang masih menempel di ruang-ruang obrolan, salah satunya persoalan kepuasan pelayanan Wisuda PPMI Mesir 2021. Dari ruang-ruang obrolan tersebut melahirkan asumsi yang perlu diwadahi, atau bahkan memunculkan solusi. Tentu persoalan ini jika dibiarkan mengalir begitu saja, akan berujung pada “tendensi” yang bermacam-macam, hingga muncul ketidakpercayaan. Kita perlu mengubah sebuah “kegelisahan biasa” menjadi bentuk “kegelisahan akademis”. Sebuah wacana, menjadi solusi. Itulah pentingnya sebuah penelitian, yang belum membumi di Masisir. Perlu digarisbawahi, bahwa “kegelisahan akademis” selalu berujung pada contribution to knowledge, yang semestinya mulai dijajaki oleh Masisir.
Mengukur Indeks Kepuasan
Wisuda PPMI Mesir 2021 memang sudah digelar sejak awal November kemarin dan ini merupakan salah satu “gawe” besar tahunan PPMI Mesir. Acara yang dianggap megah ini selesai tanpa ada “kegelisahan akademis” yang patut menjadi evaluasi untuk setiap tahunnya. Ya, mungkin pihak penyelenggara melakukan evaluasi internal tanpa membaca suara dari luar yang menggema. Saya kira wajar, karena penelitian terkait wisuda memang belum pernah dilakukan. Maka, istilah “protes” dan “evaluasi” dari pihak luar, sesekali memang perlu diketengahkan di lingkup Masisir untuk perbaikan.
Tim Riset PCINU Mesir melakukan survei terkait pelaksanaan Wisuda PPMI Mesir 2021. Pasalnya, perbincangan terkait acara ini cukup menjadi obrolan hangat di lingkup Masisir. Mungkin, anggapan bahwa nilai “kepuasan” seseorang terhadap pelayanan yang diberikan tidak dapat diukur secara angka. Tersebab kepuasan merupakan ungkapan sikap personal. Apakah benar demikian? Tentu tidak. Banyak alat ukur untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan seseorang terhadap pelayanan yang diterimanya, salah satunya dengan teknik survei.
Survei kepuasan ini juga berfungsi sebagai evaluasi dalam mengambil langkah ke depannya. Sebagaimana Engel, Roger & Miniard mengatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi pasca-konsumsi untuk memilih beberapa alternatif dalam rangka memenuhi harapan. Sehingga, secara global, kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja produk yang dirasakan dan diperoleh dengan harapan awal konsumen. Nah, tentunya produk yang dihasilkan bukan hanya dalam bentuk barang, melainkan jasa pelayanan pun termasuk produk tersebut.
Sedangkan, pelayanan sendiri menurut R. A Supriyono merupakan kegiatan yang diselenggarakan organisasi menyangkut kebutuhan pihak konsumen dan akan menimbulkan kesan tersendiri. Adanya pelayanan yang baik akan menimbulkan rasa puas pada konsumen, begitu pun sebaliknya. Sehingga konsumen memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan yang mampu memberikan pelayanan terbaik. Berangkat dari kedua pendapat terkait kepuasan dan pelayanan, tentu ini menjadi landasan dalam melakukan penelitian dan menentukan indikator apa saja yang mampu memetakan unsur pelayanan tersebut.
Sama halnya dengan beberapa penelitian terkait survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), indikator yang digunakan merujuk kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN & RB) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017. Ada sembilan indikator yang umumnya digunakan: 1) persyaratan, 2) sistem, mekanisme, dan prosedur, 3) waktu pelayanan, 4) biaya atau tarif, 5) produk atau spesifikasi jenis pelayanan, 6) kompetensi penyelenggara, 7) perilaku penyelenggara, 8) penanganan pengaduan, saran, dan masukan, terakhir 9) sarana dan prasarana. Dari kesembilan indikator tersebut diterjemahkan ke dalam 15 butir kuesioner atau pertanyaan dengan menggunakan jawaban dari skala Likert.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2-10 November 2021. Data diambil dari peserta wisuda Indonesia yang mengikuti wisuda PPMI Mesir pada tanggal 1 November 2021. Data primer riset ini adalah data responden yang diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap sampel yang sudah terhitung. Dalam data tersebut didapatkan populasi sebanyak 345 peserta wisuda asal Indonesia. Adapun untuk menentukan jumlah sampel yang diteliti, menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Slovin. Kemudian, pengambilan sampel yang digunakan ialah simple random sampling. Dengan mengambil kelonggaran ketidaktelitian 10%, didapatkan jumlah sampel sebanyak 78 orang. Akan tetapi, jumlah sampel diperluas menjadi 100 responden untuk menjawab kuesioner, yaitu terdiri dari 61 perempuan dan 39 laki-laki. Tentunya. jumlah sampel yang diambil valid untuk melakukan generalisasi terhadap peserta wisuda PPMI 2021.
Sebelum mengukur angka Indeks Kepuasan (IK) terhadap pelayanan Wisuda PPMI Mesir, tentu harus menguji terlebih dahulu validitas dan reliabilitas kuesioner yang disebar. Artinya, kuesioner yang menjadi butir pertanyaan layak dan dapat dipertahankan validitasnya, baik secara angka atau kalimat pernyataan yang dikemukakan. Kemudian, uji reliabilitas bertujuan untuk melihat apakah kuesioner memiliki konsistensi jika pengukuran dilakukan (dengan kuesioner tersebut) secara berulang. Dari 15 butir kuesioner yang diajukan ke responden, keseluruhannya dinyatakan valid dan reliabel, sehingga instrumen ini dipercaya sebagai alat pengumpulan data.
Saya mengambil dua contoh kuesioner yang diangkat oleh Tim Riset PCINU Mesir yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Misalnya, 1) apakah menurut Anda biaya Wisuda PPMI Mesir 2021 terjangkau? dan 2) Apakah Anda merasa puas dengan biaya yang dibayarkan dengan kualitas fasilitas yang diterima? Untuk mengukur jawaban dari kuesioner yang disebar, dalam penelitian ini menggunakan skala Likert dengan rentang nilai 1-4 yaitu, a) sangat puas, b) puas, c) kurang puas, dan d) tidak puas. Misal, jika responden menjawab sangat puas maka diberi nilai 4 dan begitu seterusnya.
Dari dua butir contoh kuesioner di atas, tentu menjadi alat ukur untuk menentukan angka Indeks Kepuasan. Jawaban yang didapatkan dari kuesinoer butir pertama didapatkan bahwa 2% menjawab sangat terjangkau, 16% menjawab terjangkau, 55% menjawab kurang terjangkau, dan 27% menjawab tidak terjangkau. Sedangkan untuk jawaban dari kuesioner butir kedua didapatkan bahwa 2% menjawab sangat puas, 33% menjawab puas, 44% menjawab kurang puas, dan 21% menjawab tidak puas.
Apabila merujuk nilai preferensi, maka IK Pelayanan Wisuda 2021 masuk pada kategori “sedang”. Penghitungannya dilakukan berdasarkan jawaban responden dari 15 kuesioner. Nilai rata-rata dihitung dari jawaban responden atas butir-butir pertanyaan. Secara penghitungan, data memperlihatkan bahwa indeks kepuasan pelayanan wisuda adalah 246, yang artinya lebih dari 200 dan kurang dari 300. Angka 200 dan 300 merupakan nilai rata-rata dari indeks di atas. Jika kurang dari 200, maka indeks kepuasan masuk kategori “rendah”, sedangkan apabila angka IK mencapai angka di atas 300, maka IK masuk kategori tinggi.
Catatan
Setelah menghitung Indeks Kepuasan terhadap pelayanan Wisuda PPMI Mesir 2021, didapatkan nilai 246 yang terhitung “sedang”. Dalam penelitian ini, Tim Riset turut membuka kolom komentar dan saran yang ditujukan kepada pelaksana untuk bahan perbaikan ke depannya. Dalam menghimpun semua saran yang masuk, Tim Riset PCINU Mesir mereduksi data yang ada, kemudian dikategorisasikan dan terakhir menarik kesimpulannya dengan singkat.
Dalam mengolah saran yang diajukan oleh responden, perlu mereduksi data yang ada. Artinya, dari 100 saran tersebut diambil 30 saran yang ada untuk dikategorisasikan sesuai segmentasi yang ada. Beberapa catatan menarik tentu disikapi dengan bijak oleh siapa pun, tak terkecuali oleh pihak penyelenggara. Dalam angka Indeks Kepuasan yang dinyatakan “sedang”, tentu memiliki seabrek catatan sebagai bahan evaluasi.
Beberapa catatan yang dihimpun oleh Tim Riset ialah terkait kekurang-adaptifan penyelenggara dan tidak adanya pembaharuan sistem Wisuda PPMI Mesir. Memang tidak dapat disangkal, bahwasanya peserta wisuda melihat bahwa penyelenggara Wisuda PPMI Mesir terkesan terkungkung dalam “dinasti” yang terus terjaga. Bahkan terkesan sulit disentuh. Artinya, bahwa sikap untuk mendengar saran dari pihak luar belum sepenuhnya diterima dengan baik. Hingga pada akhirnya kurang adanya sikap terbuka dan dialog antara pihak penyelenggara dengan peserta wisuda. Padahal sebelum itu sudah menyebar jajak pendapat dengan G-Form. Imbasnya, pada hari pertama pendaftaran wisuda terjadi miskomunikasi dan ketidakpuasan dari pihak peserta. Bahkan sistemnya pun terkesan “meniru” dengan tahun sebelumnya.
Selain itu, terkait biaya Wisuda PPMI Mesir 2021 pun menjadi sorotan, terutama ketika membaca jawaban dari dua kuesioner di atas. Bahkan, dari saran yang masuk perlu diadakannya LPJ virtual yang dapat disaksikan oleh publik, sehingga mendapat kepercayaan dari Masisir. Satu hal lagi, keluhan dari responden juga beruntun ke persoalan konsumsi yang tidak sesuai dengan budgetnya, yaitu 40 Le. Tentu asumsi-asumni ini cukup vokal untuk ditengahkan, demi menjaga stabilitas dan kepercayaan Masisir, pastinya ada jalan perbaikan yang perlu dirembukkan. Kita perlu mengakui, bahwa evaluasi perhelatan wisuda tidak hanya berasal dari pihak internal, justru pihak eksternal memiliki andil yang cukup besar sebagai konsumen yang merasakannya. Apalagi menyangkut ruang lingkup Masisir, justru perlu saling mengevaluasi, tanpa ada yang “sengaja” ditutup-tutupi.
*Terkait hasil riset ini akan dipublikasikan setelah ujian termin satu.
Editor: Muhid Rahman