Perempuan Barat ialah korban kebebasan. Moto kesetaraan yang mereka gaungkan tak lebih dari sekadar ‘kebohongan putih’. Mengapa demikian? Sebab, motif di balik ‘pembebasan’ terhenti pada tataran keuntungan. Mereka sejak awal memahami bahwa kebebasan yang dimaksud adalah bebas untuk menguasai dan memanfaatkan perempuan. Semakin bertambah usia, nyatanya kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat seiring meredupnya harapan kebermanfaatan darinya.
Menanggapi hal ini, Syekh al-Buthi menegaskan bahwa realitas di Barat adalah satu hal, dan undang-undang kebebasan mereka adalah hal lain. Keduanya tidak pernah berjalan selaras. Undang-Undang Barat memang mendaftar poin-poin kesetaran gender yang dicita-citakan tetapi nyatanya jauh panggang daripada api.
Model hubungan laki-laki dan perempuan di Barat setidaknya bisa dilihat melalui dua sudut pandang. Pertama, hubungan pernikahan yang telah disahkan oleh gereja. Kedua, hubungan pacaran. Syekh al-Buthi tidak dapat memastikan angka perbandingan dua model hubungan di atas mana yang lebih banyak dan sedikit. Ini pun masih memungkinkan ada model hubungan laki-laki dan perempuan di Barat di luar dua model yang disebutkan di atas.
Richard F. Jones, seorang akademisi Amerika, menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupa wabah menakutkan yang telah tersebar di masyarakat Amerika. “Setiap dua belas detik satu perempuan di Amerika telah terjangkit wabah ini. Setiap dua belas detik satu perempuan telah menerima tindak kekerasan dari pasangannya. Sebab hal itu, setiap hari kantor kita selalu ramai menerima laporan-laporan terkait kasus tersebut,” tutur Richard.
Para janda dan perawan tua di Barat menghabiskan sisa hidupnya seperti manusia yang sedang mengasingkan diri. Banyak dari mereka tinggal sendirian di rumah dan hanya ditemani anjing kecil atau tinggal di panti jompo.
Perlakuan terhadap perempuan semacam ini sangat berbeda dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam. Ajaran Islam mengatakan bahwa semakin berusia, perempuan mesti semakin dihormati. Pemuda-pemudi biasanya merendahkan suara, menggunakan kata-kata yang lebih halus saat berbicara terhadap orang tua. Di tempat tertentu terdapat tradisi yang menempatkan seorang nenek sebagai pengambil keputusan, bukan lagi ayah.
Agama Islam melihat perempuan sebagai sosok yang memiliki andil besar dalam membangun masyarakat. Agama Islam menegaskan bahwa perempuan berkewajiban menuntut ilmu. Mereka juga memilik hak atas akses pendidikan
Demikianlah perbandingan antara perempuan di Barat dan bagaimana agama Islam mendudukkan mereka. Cak Sewu bertutur bahwa ada ketidakseimbangan perbandingan yang dipaparkan oleh Syekh al-Buthi. Menurutnya, perbandingan fakta perempuan di Barat mestinya dihadapkan dengan fakta perempuan Muslimah, bukan dengan syariat Islam.
Walakhir, hak-hak perempuan selayaknya didapat berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, bukan atas dasar penguasaan, kepemilikan ataupun keingingan mengsubordinasi.