Tedhak Siti (turun tanah) adalah sebuah upacara budaya yang diadakan ketika seorang bayi memasuki umur 7×35 hari (sekitar 8 bulan lebih). Upacara ini merupakan adat yang telah ada sejak zaman animisme-dinamisme di tanah Jawa. Biasanya upacara ini dilakukan ketika bayi sudah hampir bisa berjalan. Beberapa prosesi upacara ini diantaranya, mulai dari si bayi yang dimasukkan ke dalam kurungan ayam untuk memilih beberapa barang yang telah disediakan (alat tulis, bokor berisi beras kuning dan tikar), menginjak jadah tujuh warna, hingga menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Lazimnya, upacara ini dipimpin langsung oleh pemuka agama (ustaz/kiai) daerah setempat.
Selain itu, dalam Tedhak Siti juga disediakan hidangan seperti tumpeng dan jajan-jajan pasar. Hidangan tersebut akan dibagikan kepada warga yang ikut menyaksikan prosesi upacara tersebut, sebagai ucapan terima kasih karena telah datang. Di samping itu, juga diadakan kenduri (pembacaan kalimat tayibah dan tahlil) sebagai satu medium berdoa agar sang anak selalu mendapatkan kebaikan dan petunjuk.
Upacara semacam Tedhak Siti kerap kali mendapat vonis dari sekelompok orang, bahwa upacara tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, bahkan dikatakan berseberangan dengan ajaran agama Islam. Benarkah demikian?
Jika kita melihat unsur-unsur yang ada dalam prosesi upacara tersebut, kita bisa menemukan beberapa unsur utama berupa: sedekah, syukur dan doa. Dan jika kita mau jujur, tiga-tiganya merupakan hal-hal yang sangat dianjurkan di dalam agama Islam. Berikut perinciannya:
1. Sedekah
Dalam firman-firman-Nya, Allah Swt. kerap menyuruh umat Islam untuk bersedekah, salah satunya:
“Katakanlah, sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Ia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan juga mengira-ngirakannya. Dan barang apa pun yang kamu sekalian nafkahkan, Maka Allah akan menyediakan penggantinya dan Dia-lah Sebaik-baik Zat yang Maha Memberi Rezeki. (QS. Saba’: 39)
2. Syukur
Pada dasarnya, tujuan tradisi Tedhak Siti tersebut adalah upaya menghaturkan rasa syukur kepada Allah Swt. karena telah memberikan rezeki berupa keturunan dan nikmat berupa bisa berjalan dengan normal. Hal ini tentu sangat sesuai dengan anjuran Islam, Allah Swt. berfirman:
“Sungguh jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), maka akan benar-benar aku tambahkan kenikmatan bagi kalian, dan sungguh jika kalian mengufuri nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku teramat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
3. Doa
Salah satu rangkaian dalam prosesi Tedhak Siti adalah memanjatkan doa. Di mana dalam rangkaian ini terselip harapan kedua orang tua kepada Allah SWT agar sang anak senantiasa mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan, serta memohon kepada Allah Swt. agar ia menjadi anak menjadi anak yang saleh, berguna. Allah SWT berfirman:
“Dan Tuhanmu berfirman, berdoalah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina-dina.” (QS. Ghafir: 60)
Dari ulasan di atas, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa Tedhak Siti dengan penggambaran sebagaimana di atas tidaklah menyalahi syariat. Hal itu dikarenakan unsur-unsur yang ada di dalamnya adalah amaliah-amaliah yang dianjurkan dalam agama. Wallâhu a’lam.
Ditulis oleh: Akhmad Khazim (anggota PC GP Ansor Mesir)