Sudah masyhur di kalangan umat Islam Hadits yang berbunyi: “Bani Israil terpecah belah menjadi 72 golongan, sedangkan umatku kelak akan terbagi menjadi 73 golongan. Semua akan masuk neraka kecuali satu golongan.” Hadis inilah yang sering dijadikan argumentasi oleh beberapa kelompok untuk menyalahkan golongan yang lain, bahkan sampai mengkafirkan orang yang berbeda pendapat dengannya. Tak jarang karena Hadits ini, mereka beranggapan bahwa yang akan masuk surga ya hanya kami.
Kalau kita perhatikan sekilas, Hadits tentang firqah najiyah seakan-akan menjadi sumber perpecahan umat Islam terdahulu hingga sekarang. Hadits ini menjadi salah satu pemicu munculnya teologi Islam (ilmu kalam) serta perbandingan agama (al–milal wa an-nihal).
Namun apakah sudah benar pemahaman kita akan Hadits tersebut? Apakah Hadits tersebut sahih? Apakah memang Hadits tersebut bisa dijadikan istidlal untuk menganggap golongan lain masuk neraka?
Untuk menjawab petanyaan-pertanyaan di atas, Ibrahim Salah al-Hudhud, eks rektor Univesitas al-Azhar dalam kitabnya, Fi Muwâjahat Khithâb al-Tasyaddud menjelaskan bahwa Hadits mengenai firqah najiyah tidak bisa dijadikan istidlal hukum karena beberapa alasan.
Pertama, para ulama Hadits seperti Imam as-Syaukani, Ibnu Hibban, Ibnu Muin, dan Ibnu Sa’ad menilai bahwa Hadits tentang firqah najiyah daif (lemah) bahkan palsu, karena di mata rantai sanadnya terdapat perawi yang majhul (hilang) dan kadzdzab (pembohong). Sehingga anggapan bahwa Hadits firqah najiyah adalah mutawatir tidak bisa dibenarkan.
Kedua, jumhur ulama berpendapat bahwa perkara akidah dan gaib harus berdasar pada dalil yang mutawatir, sedangkan Hadits firqah najiyah mentok hanya sampai derajat ahad. Oleh karenanya, Hadits tersebut tidak bisa digunakan untuk beristidlal.
Ketiga, isi hadits firqah najiyah bertentangan dengan salah satu nas ayat al-Quraan yaitu:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ ﴿آل عمران : ۱۱۰﴾
“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS Ali Imran: 110)
Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik. Berkebalikan dengan makna itu, Hadits firqah najiyah menyiratkan bahwa umat Islam adalah umat terburuk sebab ia yang paling banyak terpecah belah dibandingan umat-umat terdahulu. Karenanya, Hadits firqah najiyah secara makna tidak bisa diterima.
Keempat, pada nyatanya kelompok-kelompok Islam tidak bisa dipastikan jumlahnya. Ulama ilmu kalam sendiri berbeda pendapat soal jumlah keseluruhan firqah (kelompok) dalam Islam. Imam al-Asyari bependapat jumlahnya lebih dari 100; al-Syahrstani berpendapat ada 76 kelompok; bahkan al-Khawarizmi berpendapan hanya ada 7 golongan. Bukan tidak mungkin kelak akan bermunculan kelompok-kelompok baru lagi.
Kelima, isi Hadits firqah najiyah bertentangan dengan Hadits sahih riwayat Imam Bukhari yaitu:
فإن الله قد حرم على النار من قال لا إله إلا الله، يبتغي بذلك وجه الله. رواه البخاري
“Sungguh Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan “tiada tuhan selain Allah”, karena mengharap rida Allah.” (HR Bukhari)
Dari uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Hadits firqah najiyah tidak bisa dijadikan dasar sebuah kelompok untuk mengkafirkan yang lain, sebab Hadits tersebut lemah secara sanad dan bertentangan dengan dalil sarih al-Quran dan Sunah.
Adapun pertikaian yang terjadi antara kelompok teologis adalah perbedaan sekunder yang tidak keluar dari koridor keislaman. Hal ini senada dengan ayat al-Quran yang berbunyi:
اِنَّ هٰذِهٖٓ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۖ وَّاَنَا۠ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوْنِ ﴿الأنبياء : ۹۲﴾
“Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS al-Anbiya’: 92)
Islam adalah agama yang sangat menerima keragaman pendapat, bahkan perbedaan dianggap sebagai rahmat, bukan bencana. Selain itu, pendapat Ibrahim al-Hudhud di atas sangat sesuai dengan pandangan Hujjatul Islam al-Ghazali di dalam kitabnya, Fayshal al Tafriqah bayna al-Muslim wa al-Zandaqah, bahwa selama perbedaan tersebut tidak keluar dari tiga pilar, yakni: iman kepada keesaan Allah, kepada Muhammad sebagai rasul dan datangnya hari kiamat, maka hal tersebut tidak bisa mengeluarkan seseorang dari Islam.
Editor: Hamidatul Hasanah