Kairo, Ansor – Selasa, 29 Oktober 2024. PCINU Mesir sukses menggelar talk show bertajuk “Santri sebagai Pelopor Toleransi dengan Nilai Gus Dur” sebagai penutup rangkaian acara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2024. Talk show ini diadakan di Aula Masjid Assalam, Hay Swessry , Madinatul Nasr, Kairo, dengan dihadiri sekitar 120 peserta dan 12 tamu undangan. Acara tersebut dimoderatori oleh sahabat Yadya Alia Muhammad Shah, dengan menghadirkan Bapak Mohammad Nur Sallim, Lc., M.Si.—Koordinator Protokol dan Kepala Konselor KBRI Kairo—sebagai narasumber utama, didampingi oleh Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Kairo, Bapak DR. Rahmat Aming Lasim, M.B.A.
Ketua Tanfidziyah PCINU turut hadir dalam acara ini, yang diawali dengan pembukaan oleh sahabat Qeiz Aimar sebagai pembawa acara. Selanjutnya, moderator memperkenalkan narasumber dengan memaparkan CV singkat mereka. Untuk mencairkan suasana, moderator membuka dengan pertanyaan kepada narasumber, “Bagaimana pandangan sekilas narasumber tentang Gus Dur?” yang disampaikan dengan gaya hangat untuk menciptakan kedekatan antara narasumber dan peserta. “Hal ini agar suasana lebih akrab dan tidak canggung selama talk show berlangsung,” ujar moderator.
Bunga Rampai Talk Show
Meskipun cuaca sore itu sedikit kurang bersahabat di Madinatul Nasr, semangat peserta tetap terjaga. Antusiasme mereka semakin menghangat berkat pemaparan narasumber yang menarik. Dalam sesi ini, narasumber mengulas tentang sosok Gus Dur dan kebijakan-kebijakan toleransinya. Salah satu kutipan yang menarik disampaikan oleh Bapak Aming, “Gus Dur itu dihargai minoritas, dihormati mayoritas,” yang menunjukkan keunikan karakter Gus Dur.
Menurut Bapak Aming, Gus Dur adalah sosok yang langka dan layak dijadikan teladan. Salah satu contohnya adalah kebijakan Gus Dur dalam menangani masyarakat Indonesia timur yang kerap merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Hal ini diceritakan lebih lanjut oleh Bapak Sallim, yang menekankan bahwa Gus Dur tidak menggunakan pendekatan pemerintahan yang kaku, melainkan pendekatan hati ke hati yang lebih mengena. “Ini terbukti ketika saya bertugas di Papua. Meskipun banyak orang Papua menentang pemerintah Indonesia, mereka tetap menyimpan foto Gus Dur di rumah mereka,” ujarnya.
Selain itu, Bapak Sallim mengisahkan bahwa Gus Dur sering menyelesaikan masalah dengan humor dan cerita-cerita unik, yang membuatnya mudah diterima oleh semua kalangan, baik minoritas maupun mayoritas. Bapak Aming menambahkan bahwa gaya humor Gus Dur telah menjadi ciri khas para kiai dan ulama NU dalam menyampaikan dakwah. “Metode ini dinilai paling ampuh agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dan membekas di hati pendengar. Sebagai santri NU, mari kita amalkan sikap toleransi yang diajarkan oleh Gus Dur agar tidak ada perbedaan antara minoritas dan mayoritas atau antara kelompok yang satu dengan yang lain,” ujar Bapak Aming menutup sesi paparan.
Dialog Interaktif
Usai pemaparan, moderator membuka sesi dialog interaktif. Salah satu pertanyaan yang menarik datang dari audiens mengenai sikap toleransi dan kebijakan kontroversial Gus Dur yang sempat menyebabkan ia dilengserkan dari jabatan presiden. Audiens bertanya, “Apakah kebijakan Gus Dur benar atau salah sehingga ketika kita jadi presiden yang berlatar santri seperti Gus Dur, tidak bisa mengamalkan kebijakan serupa?”
Bapak Aming menjawab, “Satu fenomena tidak bisa disamakan dengan fenomena lain yang terjadi pada masa dan keadaan berbeda. Ketika Gus Dur dilengserkan, kondisi pemerintahan memang sedang tidak stabil, dengan adanya oknum-oknum tak bertanggung jawab dan semakin maraknya oposisi. Ditambah lagi, saat itu masih masa awal reformasi. Jadi, kedua fenomena tidak bisa disamakan. Namun, soal apakah santri mampu mengamalkan kebijakan seperti Gus Dur, tentu bisa. Santri, dengan ketahanan mental dan fisiknya serta ilmu yang luas, sangat layak menjadi presiden yang menerapkan nilai-nilai toleransi dan pluralisme seperti yang diajarkan Gus Dur.”
Setelah sesi dialog interaktif, acara diakhiri dengan pemberian cinderamata kepada kedua narasumber oleh Bapak Faiz Husaini, Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir. Acara ditutup dengan pembacaan syiir “Tanpo Waton,” karya Gus Dur, oleh seluruh peserta dan tamu undangan. “Pembacaan syiir ini menjadi akhir kegiatan sebelum closing HSN 2024. Alhamdulillah, acara berlangsung dengan khidmat dan sesuai harapan panitia,” ungkap salah satu panitia kepada reporter Ansor Mesir.
(Uwais Al Qorny)